Rabu, 03 Juni 2015

Sirah Nabawiyah: Perang Uhud Part II

Masih tentang Perang Uhud

Setelah berpalingnya kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, pasukan kaum muslimin kembali melanjutkan perjalanan, mereka berhenti disebuah lembah yang membelakangi Uhud dan menghadap ke Madinah. Rasulullah menempatkan 50 pasukan memanah untuk bersiaga di atas bukit dan menunjuk Abdullah bin Jubair sebagai pemimpin mereka. Rasulullah Salallhu ‘alaihi wasallam bersabda kepada pasukan pemanah;Jangan tinggalkan posisi kalian dalam kondisi apapun! Lindungi punggung-punggung kami dengan panah-panah kalian! Jangan bantu kami sekalipun kami terbunuh! Dan jangan bergabung bersama kami sekalipun kami mendapat rampasan perang!

Dalam riwayat Bukhari : “Jangan tinggalkan posisi kalian sekalipun kalian melihat burung-burung telah menyambar kami sampai datang utusanku kepada kalian”

Menjelang perang, Rasululah berdiri di hadapan umatnya sambil membawa pedangnya. Beliau bersabda: “Siapa diantara kalian yang mampu memenuhi fungsi pedang ini?” dan dengan lantang Abu Dujanah menjawab: “Aku Ya Rasulullah! Aku yang akan memenuhi fungsi pedangmu.” Rasulullah pun menyerahkan pedang itu kepada Abu Dujanah. Abu Dujanah menerimanya, ia segera mengeluarkan ikat kepala berwarna merah dan mengikatkannya di kepalanya, kemudian ia berjalan mengelilingi barisan pasukan kaum muslimin dengan langkah angkuhnya. Melihat itu Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya cara jalan seperti itulah yang dimurkai Allah, kecuali di tempat ini (perang).”

Ya, Allah dan Rasul-NYA tidak menyukai dan juga tidak mengajarkan kesombongan, tapi untuk di medan jihad, Allah dan Rasul-NYA mengijinkan. Semua orang tahu, bahwa ketika Abu Dujanah sudah memakai ikat kepala berwarna merahnya, berarti dia siap berjihad hingga menjemput syahid.

Peperangan dimulai dengan duel antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin. Dari kaum muslimin diwakili Hamzah bin Abdul Muthalib, Hanzhalah bin Abu Amir dan Ali ibn Abi Thalib. Setelah itu perang pun berkecamuk. Hamzah, Ali dan para sahabat menyerang kaum musyrikin secara membabi buta. 700 Pasukan Muslimin melawan 3000 Pasukan Kuffar!, sungguh mustahil bagi orang-orang yang tidak beriman, tapi tidak bagi umat yang beriman. Kaum Kuffar kocar-kacir, bahkan banyak dari mereka yang melarikan diri. Tak dihiraukannya teriakan dan makian kaum wanita mereka. Melihat itu, pasukan pemanah yang berada di atas bukit menjadi gelap mata, dan mereka pun berselisih.
 
“Kita diamanahkan untuk tetap tinggal saat peperangan berlangsung, sementara sekarang perang sudah usai. Lihatlah, para kaum kafir Quraisy sudah melarikan diri.” Ucap salah satu diantara mereka.

“Lupakah kalian dengan wasiat Rasullulah?” Abdullah bin Jubair, komandan pasukan pemanah mengingatkan pasukannya, namun sayang mereka tak menghiraukan perintah Abdullah bin Jubair untuk tetap tinggal. Mereka turun ke medan pertempuran dan turut mengambil ghanimah (harta rampasan perang), dan saat itulah petaka terjadi, sesuatu yang tidak diinginkan oleh Rasulullah dan kaum muslimin. 

Pasukan berkuda kaum musyrikin yang bersembunyi di balik bukit, dipimpin oleh Khalid bin Walid (ketika itu masih belum memeluk islam) yang melihat pasukan pemanah kaum muslimin telah turun ke medan pertempuran dan meninggalkan persenjataan mereka, tak mau membuang waktu. Dia segera menyerukan pasukannya untuk menyerang kaum muslimin.

Secepat kilat, kemenangan yang tadi hampir diraih pun lenyap digantikan dengan kekalahan dan luka jasmani serta ruhani. Pasukan kaum muslimin yang tidak siap atas serangan kaum musyrikin pun mulai tercerai berai. Perang kembali berkecamuk. Para sahabat mencoba melindungi Nabi, mereka menghalau anak panah dengan tubuh mereka. Rasulullah Jatuh ke dalam lubang yang digali kaum muslimin untuk memperangkap musuh, Ali bin Abi Thalib memegang tangannya dan Thalhah bin Ubaidilah membantu Rasulullah berdiri. Abu Sufyan bin Harb mencoba mendekati Nabi dengan kudanya, lalu Hanzhalah menghalaunya. Dia memukul tulang kering kuda Abu sufyan sehingga Abu Sufyan tersungkur, namun sebelum ia sempat membunuh Abu Sufyan, seorang kafir Quraisy yang bernama Syadad bin Syaub membunuhnya terlebih dahulu. Hanzhalah pun menjemput syahidnya saat sedang melindungi Nabi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku melihat para malaikat memandikan Hanzhalah bin Abu Amir di antara langit dan bumi dengan embun di dalam bejana-bejana perak.”

Menurut penuturan sang istri, ternyata Hanzhalah berangkat ke medan jihad dalam keadaan junub. Mereka adalah pasangan pengantin baru. Dan ketika seruan jihad itu dikumandangkan, tanpa tapi dan tanpa alasan, Hanzhalah langsung bangkit dan bergegas memenuhi seruan itu.

Kaum Kafir masih belum puas karena Nabi belum terbunuh. Lima pemuda muslimin turut menghalau serangan, satu demi satu dari mereka berguguran, dan yang terakhir pemuda bernama ‘Atikah. Menjelang kematiannya Rasulullah meminta salah seorang sahabat untuk membawa ‘Atikah kepadanya, dan ‘Atikah meninggal di pangkuan Rasulullah.

Wahsyi, seorang budak Habasyah yang sejak awal memang mengemban misi khusus untuk membunuh paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib, memperhatikan Hamzah. Dia menimbang-nimbang tombaknya, kemudian mengarahkannya kepada Hamzah hingga tombak itu tembus diantara kedua kakinya. Dan setelah memastikan Hamzah mati, Wahsyi mengambil tombaknya dan kembali ke Madinah.

Ketika Islam telah Berjaya, Wahsyi  ditanya oleh Rasulullah, tentang bagaimana ia membunuh Hamzah, Wahsyi pun menceritakannya:, “Dahulu aku adalah budak Jubair bin Muth`im. Pamannya yang bernama Thuaimah bin Adi terbunuh di perang Badar (dibunuh oleh Hamzah Radhiyallahu anhu). Majikanku (Jubair) berkata kepadaku : “Jika engkau berhasil membunuh Hamzah Radhiyallahu anhu , maka engkau akan bebas.” Wahsyi berkata : “Aku dahulu adalah ahli tombak, sedikit sekali lemparan tombakku yang tidak mengenai sasaran. Aku keluar bersama beberapa orang. Ketika mereka telah bertemu, akupun mengambil tombakku dan keluar hingga melihat Hamzah Radhiyallahu anhu ada di antara orang banyak. Ia seperti unta yang berwarna keabu-abuan. Ia mengancam orang-orang dengan pedangnya dan tidak pernah melepaskan pedangnya. Demi Allah Azza wa Jalla , sesungguhnya aku telah bersiap-siap (bertarung) dengannya, dan tiba-tiba aku didahului as-Siba` bin `Abdul Uzza al-Khuzai. Tatkala Hamzah Radhiyallahu anhu melihatnya, Hamzah berkata : “Kemarilah wahai anak wanita tukang khitan.” Kemudian dia dipenggal oleh Hamzah Radhiyallahu anhu . Demi Allah Azza wa Jalla, tidak luput sabetan pada kepalanya. Aku tidak melihat sesuatu yang lebih cepat dari jatuhnya kepalanya. Kemudian akupun menggerakkan tombakku, dan ketika telah benar-benar yakin, akupun melemparkannya. Lemparanku tepat mengenai perut bagian bawahnya, hingga tembus ke antara kedua kakinya. Ia pun pergi untuk bangkit, akan tetapi tidak kuat. Kemudian aku menunggunya hingga mati, setelah itu aku berdiri di hadapannya. Aku ambil tombakku dan kemudian kembali ke pasukan dan duduk.”

Tidak ada yang lebih bahagia mendengar kematian Hamzah selain Hindun bin Utbah. Bahkan ketika peperangan usai, Hindun memotong hidung dan telinga Hamzah, kemudian dijadikan sebagai kalung dan gelang. Lebih parahnya lagi, Hindun membelah dada Hamzah dan mengunyah hatinya, sayangya karena tidak mampu menelan, jadi hati itu dimuntahkannya lagi.

Mushab bin Umair syahid di tangan Ibnu Qumai-ah al-Laitsi seorang pasukan berkuda kaum Kafir Quraisy yang saat itu mengira bahwa Mushab bin Umair adalah Rasulullah. Mushab yang ketika itu memegang panji kaum muslimin di tebas tangan kanannya, kemudian ia memegang panji itu dengan tangan kirinya, tapi Ibnu Qumai kembali menebas tangan kirinya, lalu Mushab mendekap bendera tersebut, hingga anak panah menumbangkannya. Rasulullah kemudian menyerahkan panji pasukan muslimin kepada Ali bin Abi Thalib. Dan dengan bangga Ibnu Qumai-ah Al-Laitsi kembali kepada kaum musyrikin dan berteriak: “Aku telah membunuh Muhammad!.”

Kaum muslim yang mendengar kabar bahwa nabinya telah syahid menjadi down, mereka seolah-olah kehilangan pijakan. Sebagian dari mereka melarikan diri. Bisikan setan yang mengatakan bahwa Muhammad telah mati masuk ke hati mereka. Anas bin Nadhar yang melihat beberapa kaum muslimin tengah duduk disaat perang tengah berkecamuk menghampiri mereka dan bertanya: “Apa yang kalian lakukan di sini?!”

“Duhai Anas, Rasulullah telah mati. Lalu apalagi yang bisa kita lakukan?” Tanya salah seorang diantara mereka

“Demi Allah! Jika benar Rasulullah telah mati, maka matilah kalian sebagaimana beliau mati!” bentak Anas bin Nadhar. Kemudian ia kembali ke dalam pertempuran hingga ia pun syahid ditangan pasukan kuffar.

Karena Hal ini Allah menurunkan ayat: "Muhammad tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu akan berbalik ke belakang (murtad)?, Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun." (QS.Al-Imran: 144)

Pasukan kaum muslimin mundur. Rasulullah dibantu para sahabat memasuki sebuah celah dibukit itu. Gigi seri bagian kanan bawah Rasulullah retak, pelipis dan pipinya berdarah. Pecahan-pecahan logam sebesar cincin menancap di dagingnya. Maka, mereka berhenti sebentar dan Abu Ubaydah mengeluarkan pecahan logam itu satu-persatu dengan giginya. Luka-luka itu kembali berdarah. Malik dari Khazraj menyedotnya dan kemudian menelannya. Nabi bersabda: “Barangsiapa darahnya menyentuh darahku, api neraka tak akan menyentuhnya.”

Fatimah membersihkan luka Rasulullah, namun darahnya tak juga berhenti, akhirnya dia membakar pelepah dan menggunakan abunya untuk menghentikan darah yang mengalir.

"Bagaimana mungkin suatu kaum akan beruntung sedang mereka memperlakukan nabinya seperti ini, padahal ia menyeru mereka ke jalan Allah." ucap Nabi sambil mengelap darah di wajahnya.


Lalu Allah menegur Rasulullah dengan ayat: Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim." (QS.Ali Imran: 128)
 
Saat pasukan Kuffar meninggalkan medan perang, Rasulullah dan para sahabat mendatangi  medan perang untuk mencari jasad kaum muslim. Dan betapa teriris hatinya, melihat jasad para sahabat yang sudah tak lagi lengkap. Sebagian besar telinga dan hidung mereka telah dipotong. Dan ketika melihat Jenazah pamannya, beliapun menangis.

Ya!, kaum muslimin memang kalah di Perang Uhud. Ketidak tsiqohan (taat) para pasukan pemanah untuk tetap tinggal di atas bukit dan justru ikut turun mengambil ghanimah menjadi titik tolak kehancuran. Kemenangan di depan mata raib berganti luka yang mendalam tidak hanya bagi Rasulullah, tetapi juga kaum muslimin. Di Uhud, mereka kehilangan orang-orang terbaiknya. 

“Dan sungguh Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian ketika kalian membunuh mereka dengan izin-Nya, sampai pada saat kalian lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah Rasul setelah Allah memperlihatkan kepada kalian apa yang kalian sukai. Di antara kalian ada orang yang menghendaki dunia, dan di antara kalian ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kalian dari mereka untuk menguji kalian; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kalian. Allah mempunyai karunia kepada orang-orang yang beriman.” (QS.Al-Imran: 152)

Para Kaum Munafiqin menyalahkan Rasulullah atas peristiwa ini. Lalu Allah menurunkan ayat tentang mereka: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian seperti orang-orang kafir yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka Bumi atau berperang: "Seandainya mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak akan mati dan tidak akan terbunuh." Allah akan menimbulkan rasa penyesalan di dalam hati mereka karena sikap yang demikian itu. Allah menghidupkan dan mematikan, dan Allah melihat apa yang kalian kerjakan.” (QS.Al-Imran: 156.)

Betapa banyak ‘ibrah yang dapat diambil dari kisah Perang Uhud ini. Tentang sikap, sifat kaum munafik, tentang ke tsiqohan kepada pemimpin, tentang kesabaran dalam menghadapi musibah. Karena perang Uhud pula, aum muslimin mengalami kemenangan-kemenangan pada perang selanjutnya, dan banyak hal lain yang seharusnya bisa kita dapatkan dengan mempelajari Sirah Nabi.

Wallahu a’lam bishowab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar