Masih
tentang Perang Uhud
Setelah
berpalingnya kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul,
pasukan kaum muslimin kembali melanjutkan perjalanan, mereka berhenti disebuah
lembah yang membelakangi Uhud dan menghadap ke Madinah. Rasulullah menempatkan
50 pasukan memanah untuk bersiaga di atas bukit dan menunjuk Abdullah bin
Jubair sebagai pemimpin mereka. Rasulullah Salallhu ‘alaihi wasallam bersabda
kepada pasukan pemanah; “Jangan tinggalkan
posisi kalian dalam kondisi apapun! Lindungi punggung-punggung kami dengan
panah-panah kalian! Jangan bantu kami sekalipun kami terbunuh! Dan jangan
bergabung bersama kami sekalipun kami mendapat rampasan perang! “
Dalam
riwayat Bukhari : “Jangan tinggalkan posisi kalian sekalipun kalian melihat burung-burung
telah menyambar kami sampai datang utusanku kepada kalian”
Menjelang perang, Rasululah berdiri di hadapan umatnya
sambil membawa pedangnya. Beliau bersabda: “Siapa diantara
kalian yang mampu memenuhi fungsi pedang ini?”
dan dengan lantang Abu Dujanah menjawab: “Aku Ya
Rasulullah! Aku yang akan memenuhi fungsi pedangmu.” Rasulullah pun menyerahkan pedang itu kepada
Abu Dujanah. Abu Dujanah menerimanya, ia segera mengeluarkan ikat kepala
berwarna merah dan mengikatkannya di kepalanya, kemudian ia berjalan
mengelilingi barisan pasukan kaum muslimin dengan langkah angkuhnya. Melihat
itu Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya cara
jalan seperti itulah yang dimurkai Allah, kecuali di tempat ini (perang).”
Ya, Allah dan Rasul-NYA tidak menyukai dan juga tidak
mengajarkan kesombongan, tapi untuk di medan jihad, Allah dan Rasul-NYA
mengijinkan. Semua orang tahu, bahwa ketika Abu Dujanah sudah memakai ikat
kepala berwarna merahnya, berarti dia siap berjihad hingga menjemput syahid.
Peperangan
dimulai dengan duel antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin. Dari kaum
muslimin diwakili Hamzah bin Abdul Muthalib, Hanzhalah bin Abu Amir dan Ali ibn
Abi Thalib. Setelah
itu perang pun berkecamuk. Hamzah, Ali dan para sahabat menyerang kaum
musyrikin secara membabi buta. 700 Pasukan Muslimin melawan 3000 Pasukan
Kuffar!, sungguh mustahil bagi orang-orang yang tidak beriman, tapi tidak bagi
umat yang beriman. Kaum Kuffar kocar-kacir, bahkan banyak dari mereka yang
melarikan diri. Tak dihiraukannya teriakan dan makian kaum wanita mereka.
Melihat itu, pasukan pemanah yang berada di atas
bukit menjadi gelap mata, dan mereka pun berselisih.
“Kita
diamanahkan untuk tetap tinggal saat peperangan berlangsung, sementara sekarang
perang sudah usai. Lihatlah, para kaum kafir Quraisy sudah melarikan diri.” Ucap salah
satu diantara mereka.
“Lupakah kalian dengan wasiat Rasullulah?” Abdullah
bin Jubair, komandan pasukan pemanah mengingatkan pasukannya, namun sayang
mereka tak menghiraukan perintah Abdullah bin Jubair untuk tetap tinggal.
Mereka turun ke medan pertempuran dan turut mengambil ghanimah
(harta rampasan perang), dan saat itulah petaka terjadi, sesuatu yang tidak
diinginkan oleh Rasulullah dan kaum muslimin.
Pasukan berkuda kaum musyrikin yang bersembunyi di
balik bukit, dipimpin oleh Khalid bin Walid (ketika itu masih belum memeluk
islam) yang melihat pasukan pemanah kaum muslimin telah turun ke medan
pertempuran dan meninggalkan persenjataan mereka, tak mau membuang waktu. Dia
segera menyerukan pasukannya untuk menyerang kaum muslimin.
Secepat kilat, kemenangan yang tadi hampir diraih pun
lenyap digantikan dengan kekalahan dan luka jasmani serta ruhani. Pasukan kaum
muslimin yang tidak siap atas serangan kaum musyrikin pun mulai tercerai berai.
Perang kembali berkecamuk. Para sahabat mencoba melindungi Nabi, mereka menghalau
anak panah dengan tubuh mereka. Rasulullah Jatuh ke dalam lubang yang digali kaum
muslimin untuk memperangkap musuh, Ali bin Abi Thalib memegang tangannya dan
Thalhah bin Ubaidilah membantu Rasulullah berdiri. Abu Sufyan bin Harb
mencoba mendekati Nabi dengan kudanya, lalu Hanzhalah menghalaunya. Dia memukul tulang kering kuda Abu sufyan sehingga Abu Sufyan tersungkur,
namun sebelum ia sempat membunuh Abu Sufyan, seorang kafir Quraisy yang bernama
Syadad bin Syaub membunuhnya terlebih dahulu. Hanzhalah pun menjemput syahidnya saat sedang melindungi Nabi.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku melihat para malaikat memandikan Hanzhalah
bin Abu Amir di antara langit dan bumi dengan embun di dalam bejana-bejana
perak.”
Menurut
penuturan sang istri, ternyata Hanzhalah berangkat ke medan jihad dalam keadaan
junub. Mereka adalah pasangan pengantin baru. Dan ketika seruan jihad itu
dikumandangkan, tanpa tapi dan tanpa alasan, Hanzhalah langsung bangkit dan
bergegas memenuhi seruan itu.
Kaum
Kafir masih belum puas karena Nabi belum terbunuh. Lima pemuda muslimin turut
menghalau serangan, satu demi satu dari mereka berguguran, dan yang terakhir
pemuda bernama ‘Atikah. Menjelang kematiannya Rasulullah meminta salah seorang
sahabat untuk membawa ‘Atikah kepadanya, dan ‘Atikah meninggal di pangkuan
Rasulullah.
Wahsyi,
seorang budak Habasyah yang sejak awal memang mengemban misi khusus untuk
membunuh paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib, memperhatikan Hamzah. Dia
menimbang-nimbang tombaknya, kemudian mengarahkannya kepada Hamzah hingga
tombak itu tembus diantara kedua kakinya. Dan setelah memastikan Hamzah mati,
Wahsyi mengambil tombaknya dan kembali ke Madinah.
Ketika
Islam telah Berjaya, Wahsyi ditanya oleh
Rasulullah, tentang bagaimana ia membunuh Hamzah, Wahsyi pun menceritakannya:, “Dahulu
aku adalah budak Jubair bin Muth`im. Pamannya yang bernama Thuaimah bin Adi
terbunuh di perang Badar (dibunuh oleh Hamzah Radhiyallahu anhu). Majikanku
(Jubair) berkata kepadaku : “Jika engkau berhasil membunuh Hamzah Radhiyallahu
anhu , maka engkau akan bebas.” Wahsyi berkata : “Aku dahulu adalah ahli
tombak, sedikit sekali lemparan tombakku yang tidak mengenai sasaran. Aku
keluar bersama beberapa orang. Ketika mereka telah bertemu, akupun mengambil
tombakku dan keluar hingga melihat Hamzah Radhiyallahu anhu ada di antara orang
banyak. Ia seperti unta yang berwarna keabu-abuan. Ia mengancam orang-orang
dengan pedangnya dan tidak pernah melepaskan pedangnya. Demi Allah Azza wa
Jalla , sesungguhnya aku telah bersiap-siap (bertarung) dengannya, dan
tiba-tiba aku didahului as-Siba` bin `Abdul Uzza al-Khuzai. Tatkala Hamzah
Radhiyallahu anhu melihatnya, Hamzah berkata : “Kemarilah wahai anak wanita
tukang khitan.” Kemudian dia dipenggal oleh Hamzah Radhiyallahu anhu . Demi
Allah Azza wa Jalla, tidak luput sabetan pada kepalanya. Aku tidak melihat
sesuatu yang lebih cepat dari jatuhnya kepalanya. Kemudian akupun menggerakkan
tombakku, dan ketika telah benar-benar yakin, akupun melemparkannya. Lemparanku
tepat mengenai perut bagian bawahnya, hingga tembus ke antara kedua kakinya. Ia
pun pergi untuk bangkit, akan tetapi tidak kuat. Kemudian aku menunggunya
hingga mati, setelah itu aku berdiri di hadapannya. Aku ambil tombakku dan
kemudian kembali ke pasukan dan duduk.”
Tidak
ada yang lebih bahagia mendengar kematian Hamzah selain Hindun bin Utbah.
Bahkan ketika peperangan usai, Hindun memotong hidung dan telinga Hamzah,
kemudian dijadikan sebagai kalung dan gelang. Lebih parahnya lagi, Hindun
membelah dada Hamzah dan mengunyah hatinya, sayangya karena tidak mampu
menelan, jadi hati itu dimuntahkannya lagi.
Mushab
bin Umair syahid di tangan Ibnu Qumai-ah al-Laitsi seorang pasukan berkuda kaum
Kafir Quraisy yang saat itu mengira bahwa Mushab bin Umair adalah Rasulullah.
Mushab yang ketika itu memegang panji kaum muslimin di tebas tangan kanannya,
kemudian ia memegang panji itu dengan tangan kirinya, tapi Ibnu Qumai kembali
menebas tangan kirinya, lalu Mushab mendekap bendera tersebut, hingga anak
panah menumbangkannya. Rasulullah kemudian menyerahkan panji pasukan muslimin
kepada Ali bin Abi Thalib. Dan dengan bangga Ibnu Qumai-ah Al-Laitsi kembali
kepada kaum musyrikin dan berteriak: “Aku telah membunuh Muhammad!.”
Kaum
muslim yang mendengar kabar bahwa nabinya telah syahid menjadi down, mereka
seolah-olah kehilangan pijakan. Sebagian dari mereka melarikan diri. Bisikan
setan yang mengatakan bahwa Muhammad telah mati masuk ke hati mereka. Anas bin
Nadhar yang melihat beberapa kaum muslimin tengah duduk disaat perang tengah
berkecamuk menghampiri mereka dan bertanya: “Apa yang kalian lakukan di sini?!”
“Duhai
Anas, Rasulullah telah mati. Lalu apalagi yang bisa kita lakukan?” Tanya salah
seorang diantara mereka
“Demi
Allah! Jika benar Rasulullah telah mati, maka matilah kalian sebagaimana beliau
mati!”
bentak Anas bin Nadhar. Kemudian ia kembali ke dalam pertempuran hingga ia pun
syahid ditangan pasukan kuffar.
Karena
Hal ini Allah menurunkan ayat: "Muhammad tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu akan berbalik ke belakang (murtad)?, Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun." (QS.Al-Imran:
144)
Pasukan
kaum muslimin mundur. Rasulullah dibantu para sahabat memasuki sebuah celah
dibukit itu. Gigi seri bagian kanan bawah Rasulullah retak, pelipis dan pipinya
berdarah. Pecahan-pecahan logam sebesar cincin menancap di dagingnya. Maka,
mereka berhenti sebentar dan Abu Ubaydah mengeluarkan pecahan logam itu
satu-persatu dengan giginya. Luka-luka itu kembali berdarah. Malik dari Khazraj
menyedotnya dan kemudian menelannya. Nabi bersabda: “Barangsiapa darahnya
menyentuh darahku, api neraka tak akan menyentuhnya.”
Fatimah membersihkan luka Rasulullah, namun
darahnya tak juga berhenti, akhirnya dia membakar pelepah dan menggunakan
abunya untuk menghentikan darah yang mengalir.
"Bagaimana mungkin suatu kaum akan beruntung sedang mereka memperlakukan nabinya seperti ini, padahal ia menyeru mereka ke jalan Allah." ucap Nabi sambil mengelap darah di wajahnya.
Lalu Allah menegur Rasulullah dengan ayat: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim." (QS.Ali Imran: 128)
Saat pasukan Kuffar meninggalkan medan
perang, Rasulullah dan para sahabat mendatangi
medan perang untuk mencari jasad kaum muslim. Dan betapa teriris
hatinya, melihat jasad para sahabat yang sudah tak lagi lengkap. Sebagian besar
telinga dan hidung mereka telah dipotong. Dan ketika melihat Jenazah pamannya,
beliapun menangis.
Ya!,
kaum muslimin memang kalah di Perang Uhud. Ketidak tsiqohan (taat) para pasukan
pemanah untuk tetap tinggal di atas bukit dan justru ikut turun mengambil
ghanimah menjadi titik tolak kehancuran. Kemenangan di depan mata raib berganti
luka yang mendalam tidak hanya bagi Rasulullah, tetapi juga kaum muslimin. Di
Uhud, mereka kehilangan orang-orang terbaiknya.
“Dan
sungguh Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian ketika kalian membunuh
mereka dengan izin-Nya, sampai pada saat kalian lemah dan berselisih dalam
urusan itu dan mendurhakai perintah Rasul setelah Allah memperlihatkan kepada
kalian apa yang kalian sukai. Di antara kalian ada orang yang menghendaki
dunia, dan di antara kalian ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah
memalingkan kalian dari mereka untuk menguji kalian; dan sesungguhnya Allah
telah memaafkan kalian. Allah mempunyai karunia kepada orang-orang yang
beriman.” (QS.Al-Imran: 152)
Para
Kaum Munafiqin menyalahkan Rasulullah atas peristiwa ini. Lalu Allah menurunkan ayat
tentang mereka: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian seperti
orang-orang kafir yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka
mengadakan perjalanan di muka Bumi atau berperang: "Seandainya mereka
tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak akan mati dan tidak akan
terbunuh." Allah akan menimbulkan rasa penyesalan di dalam hati mereka
karena sikap yang demikian itu. Allah menghidupkan dan mematikan, dan Allah
melihat apa yang kalian kerjakan.” (QS.Al-Imran: 156.)
Betapa banyak ‘ibrah yang dapat diambil dari kisah
Perang Uhud ini. Tentang sikap, sifat kaum munafik, tentang ke tsiqohan kepada
pemimpin, tentang kesabaran dalam menghadapi musibah. Karena perang Uhud pula, aum muslimin mengalami kemenangan-kemenangan pada perang selanjutnya, dan banyak hal lain yang
seharusnya bisa kita dapatkan dengan mempelajari Sirah Nabi.
Wallahu a’lam bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar