Kamis, 05 Maret 2015

Agar Perbedaan tetap Indah





Di kotak-kotakkan atau hanya sekedar "merasa" di kotak-kotakkan menjadi hal yang biasa dalam setiap hubungan antar individu. Yang membedakan keduanya adalah, kalau di kotak-kotakkan itu, jelas ada orang yang secara terang-terangan membedakan kita ke dalam kelompok satu dengan kelompok lain, sementara "merasa" di kotak-kotakkan adalah keadaan dimana semua orang menganggap kita biasa saja, tapi diri sendiri merasa dijauhi dan dibedakan, akhirnya diri sendiri lah yang justru menjauhi

Di suatu tempat sendiri gue di masukkan ke dalam kategori anak muda yang kurang fashionable, kalem, dan penurut, atau lebih sering dikatakan "Jadul", sementara ditempat lain orang menganggap gue ini bawel, galak, begini dan begitu.

Well, seringnya kalau ada orang yang mau ngomong begini dan begitu gue sih gak suka ambil pusing. Karena kebanyakan orang menilai dari apa yang mereka lihat, mereka belum tentu memahami apa yang kita lakukan, jadi ya whatever lah gimana orang mau nilai.

Menurut gue, orang berperilaku berbeda di suatu tempat dan tempat lain itu bukan hanya karena sekedar cari muka, munafik agar terlihat baik dimata orang lain atau sejenisnya. Contoh kecilnya, di kantor gue emang gak suka banyak ngomong karena gue menghargai orang-orang di kantor, entah itu atasan maupun teman-teman yang usianya jauh lebih tua, jadi setiap kali ngomong gue jaga nada, intonasi, bahasa, dll, gue menyebut itu sebagai cara gue bersopan dan santun. Sementara kalau lagi di kampus atau ketemu teman-teman di luar, gue jarang diem kalau bukan karena lagi laper atau bete. Nah dari sini orang terkadang salah menilai.

Gue di pernah dianggap munafik hanya karena seseorang yang menilai gue kalem itu tau gue suka naik gunung. Masalahnya adalah "anak gunung" versi pemikiran orang itu adalah sejenis orang-orang kurang kerjaan yang nyia-nyiain waktu dan tenaganya untuk hal-hal yang gak penting, juga anak gunung laki-laki dan perempuannya itu gak bisa dipercaya di gunung gak bakal "ngapa-ngapain". Pokoknya isi kepalanya hal negatiflah tentang anak gunung. Orang-orang kayak gini ini, mau dijelasin sampe bibir dan mata kedutan, bakal gak ada hasilnya. Alhasil gue cuma diem dan sering dianggap gak ada sama itu orang meskipun kita bernafas di tempat yang sama. Nunggu waktu Allah yang kasih jalan aja. Ngotot gak ada gunanya.

Memaknai perbedaan emang gak mudah kalau kita masih menganggapnya sulit. Di kantor, gue juga ketemu orang dengan karakter yang berbeda. Berbedaan pendapat juga pasti pernah ada, tapi kaita juga punya beberapa persamaan. Seperti bakal segera napsu setiap ngeliat air bahkan kuat berendem bersama selama berjam-jam di kolam renang, kita juga suka gak suka ngeliat potograper nganggur, heheh. Alhamdulillah kita bisa hidup beriringan.

Tinggal dilingkungan dengan berbagai macam perbedaan itu sesuatu banget. Kudu bener-bener saling ngertiin, saling ngehargain, saling ngejaga, dan kudu-kudu yang lainnya.

Sesuatu itu indah ketika kita menganggapnya indah, dan sesuatu itu buruk ketika kita menganggapnya buruk

Perbedaan itu rahmat, anugrah, berkah. Buat apa saling sikut, tendang, mencaci, berprasangka buruk, dan melakukan hal-hal negatif lain?

Toh setiap perbuatan bakal balik lagi ke diri sendiri, ye kan?