Selasa, 28 April 2015

2nd Time at Gede Mt.

Dari dulu gue selalu berprinsip, bahwa sekali gue mendaki sebuah gunung, maka gue gak akan mengulanginya untuk yang kedua atau ketiga kali. Bukan karena gue puas dan gak suka dengan gunung itu, tapi gue harus nabung lagi buat bisa mendaki ke gunung yang lain, jadi gue pikir, semakin gue mengulang mendaki sebuah gunung, maka semakin kecil kesempatan gue buat bisa melanglang tempat lain.

Tapi April 2015 ini gue dibuat galau. Banyak open trip yang menawarkan pendakian ke beberapa gunung, diantaranya ke Ciremai, Papandayan, dan Gede. Secara pribadi gue bakal milih Ciremai, karena gue belum pernah kesana, tapi karena teman-teman muncak gue ada rencana ke sana juga, dan ada salah seorang teman pemula yang pingin ikut muncak, akhirnya pilihan gue jatuh pada gunung gede, karena menurut gue, gunung gede adalah salah satu gunung yang cocok untuk pemula.

Jum'at malam, dengan gusi yang mendadak bengkak sebelah karena paginya baru saja mengunjungi dokter gigi, gue pun berangkat bersama temen-temen kece. Gue udah sedikit parno, mengingat riwayat sakit gigi yang pernah bikin gue guling-guling di kasur, padahal waktu itu cuma kena udara dingin di kawasan puncak bogor, lha ini kalau kena udara dingin puncak gunung apa yang akan terjadi ya?. Ah sudahlah, nangis pun percuma, bismillah saja. Hingga bus dari Terminal Kp Rambutan sampai di Ciawi, kerjaan gue cuma ngelus-ngelus pipi kanan, dan berharap dia akan berdamai dengan alam.

Sesampainya di Cibodas, Bang Hen dan Bang Bay ngurus simaksi, sementara gue dan sepuluh orang yang lain melanjutkan perjalanan sampai ke Cipanas. Karena lama bang bay dan bang hen gak sampai-sampai, gue pun telpon mereka, dan ternyata... mereka sedang makan!

Hellooowwww... jam dua pagi, dan mereka malah makan!, sementara temen-temen yang lain luntang-lantung kayak orang ilang dipinggir jalan. 
Ngajak ribut tuh bedua!
*sing-singkan lengan baju

Barulah beberapa waktu kemudian mereka datang, dan kami pun segera naik mobil pick up yang sudah menanti untuk ke Kampung gunung putri. Jam empat lewat kami tiba dan beristirahat sembari menunggu adzan subuh. Gue lebih memilih menunggu di masjid yang dekat dengan rumah yang dulu gue tumpangi selama ekspedisi pendidikan di sini, dengan harapan gue bisa ketemu teh nita sebelum muncak, apa daya ternyata dia sudah ikut suaminya. *hiks.

Ada satu hal yang bikin gue bahagia pagi ini, yaitu karena ngeliat banyak pendaki shalat subuh berjama'ah. Meskipun gue gak berani ngeliat itu muka cowok-cowok, tapi gue berani jamin bahwa kadar kegantengan mereka sudah bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya karena basuhan air wudhu.
*jiahaha, lebay

Ba'da Shalat subuh kami pun sarapan di salah satu warung di pinggir jalan. Pilihan kami jatuh pada nasi dan soto daging. 
"Minumnya tiga teh manis dan satu teh anget tawar ya." pesen kami ke ibu nya. Ternyata yang datang adalah tiga teh anget manis dan segelas air putih tawar. Mba nina, mba wi dan nadmbe sampe cekikikan ngeliat segelas air putih di hadapan mereka.

"Baru tahu teh tawar warnanya putih mba" mba wi cekikikan

Usai sarapan kami pun bersiap-siap untuk berangkat 

***

Awal perjalanan


Mengintip yang akan kami daki
Gue sempet kaget waktu ngeliat ada seorang pendaki cowok yang tengah ditangani oleh rekan-rekannya. Kalau dilihat dari kaosnya, dia salah satu peserta open trip. Wajahnya sudah pucat dan dia sudah diberi oksigen buatan. Akhirnya kita mewanti-wanti, bahwa kalau ada yang kelelahan harus bilang, dan jangan ada yang memaksakan diri.

"Bang, ini jalur berubah yak?, kayaknya diputer jauh deh dari yang dulu." Sudah lebih dari enam jam tapi kita belum juga sampai.

"Iya bu kos" jawab bang bay singkat

Alhamdulillah, meskipun terbilang lambat, tapi kami sampai juga di Alun-alun surya kencana Timur pukul  14.00 WIB (kurang lebih delapan jam perjalanan, karena kami berangkat sekitar pukul 06.30/07.00 WIB)



Sayangnya Edelweis sedang tidak berbunga, tapi itu tidak mengurangi semangat gue dan yang lain untuk berfoto ria.
Alun-alun surken

Mba Nina di Surken
Surken We're Coming
Tahun 2012 lalu air sulit didapat karena kekeringan, alhamdulillah kali ini air mengalir cukup deras, sehingga kami tidak perlu mengantri untuk mengambilnya, kami bahkan bisa berwudhu tanpa khawatir akan kekurangan air, alhamdulillah kan?
Usai masak, makan, dan shalat, gue dan cewek - ceweknya gak mau berlama-lama tinggal diluar tenda, melainkan langsung pasang posisi tidur. Sejatinya tenda yang diperuntukkan untuk empat orang, malam ini dengan terpaksa diisi oleh enam orang, jadilah kami para wanita tidur bak ikan pindang yang dijejer. Bahagianya adalah gue terjepit diantara yang lain, kepala gak kepenyet aja sudah syukur alhamdulillah, pun kaki juga sudah gak jelas posisinya. Nasib serupa dialami mba wi, bedanya dia dipojok dan gue di tengah.
*Highfive dulu mba. Tosss!!!

Pukul tengah malam mba Anita yang notabene sudah mendapatkan tempat yang lebih nyaman dari gue malah blingsatan karena sesak napas katanya, dan dia lebih memilih untuk keluar tenda. Setelah memastikan dia aman di luar, mata yang udah sepet pun tidur kembali.
Breakfast (Mbe, Eni, Anita, Andi)

Pecicilan itu perlu




Berdo'a sesuai kepercayaan masing-masing

See You Surken


Well, sejujurnya gue gak terlalu excited seperti pertama kesini beberapa tahun yang lalu, sehingga waktu paginya bang bay bilang kita ke puncaknya agak siangan karena kita bakal pulang lewat jalur Cibodas, gue ok ok saja. Dalam keadaan normal mungkin gue bakal ngedumel berkepanjangan karena gak bisa menikmati sunrise/sunset, tapi gue tetep calm karena sudah pernah menikmatinya 2012 silam. Hehehe.

Menuju Puncak


Trek ke Puncak
Cuaca berkabut ketika kami berhasil menginjakkan kaki di puncak, sehingga puncak pangrango sama sekali tidak nampak. FYI kalau sedang beruntung, dari atas sini biasanya puncak pangrango dan bukit-bukit disekitarnya akan terlihat, menampilkan pemandangan yang sangat indah.


Mengulangi kenarsisan saat di Gunung Prau


Reunian di Puncak

Pukul 11.00 WIB kami memutuskan untuk turun via jalur Cibodas. Prediksi gue waktu itu, jam empat sore maksimal sudah sampai bawah. Tapi prediksi tinggallah prediksi, karena Allah telah menyiapkan rencana lain yang lebih indah untuk kami.
Perjalanan pulang
prepare turun
Jalur Cibodas
Awalnya jalanan sangat lancar, meskipun turunan, tapi tidak semuanya curam. Kami lebih memilih jalur yang relatif aman. 'Tanjakan setan' tidak kami lalui karena selain antrian panjang juga jalurnya terlalu curam untuk dilalui, jadi kami lebih memilih jalur alternatif.

"Bang, masih jauh?" Tanya gue ke bang hen waktu kita baru sampai di Pos Kandang Badak

"Yah, ini mah baru separuhnya bu kos."

"Hah?" Melongo. Sudah jam satu lewat dan baru separuhnya?!

Kita istirahat sebentar di pos Kandang Badak, mengambil air karena persediaan air sudah mulai habis. Bang Andi yang sudah kelaparan beberapa kali meminta waktu untuk membeli makan siang dulu, tapi entah siapa yang menyarankannya agar makan di pos berikutnya saja, sehingga bang andi pun nurut. Tapi emang dasar belum rejeki, karena ternyata pos kandang badak adalah pos terakhir yang ada pedagangnya. Di situ bang andi pasti merasa sangat sedih, begitu pula yang lain. Apalagi mengingat persediaan logistic kami yang sangat menipis. Setelah semua berkumpul dan beristirahat sejenak, kamipun melanjutkan perjalanan.

Setelah pos Kandang badak, ternyata ada bonus, jalanan yang datar, bahkan gue bisa berlari-lari kecil, sayangnya itu gak lama, karena berikutnya kami disambit, eh, disambut oleh turunan berbatu.

"Mbe, kalau gak kuat ngomong aja ya, jangan dipaksain." pesan gue ke nadmbe.

"oke sip."

Kami pun melanjutkan perjalanan. Mungkin mbe seharusnya menjadi tanggung jawab gue, karena dia ikut ke sini bareng gue. Tapi melihat sudah ada mba nina yang ngejagain, gue berfikir bahwa nanti bisa gantian buat jaga dia. Akhirnya gue berpisah lagi dengan mbe dan mba nina. Rombongan memang terbagi menjadi tiga; depan, tengah, belakang, jadi gue juga gak terlalu khawatir.

Air terjun kandang batu
Satu jam kemudian rombongan pertama (Gue, mb wi dan bang bay) sampai di Pos Kandang batu, Disusul Mba Eni, bang Andri. Sembari menunggu yang lain sampai, kami memutuskan untuk shalat. Alhamdulillah kami tidak kekurangan air untuk membersihkan diri karena air melimpah juga di sini. Sementara gue dan mba wi shalat, bang bay memasak air untuk membuat air hangat dan menyeduh pop mie yang hanya tersisa dua gelas.
 
Seperti biasa, setelah semua kumpul dan beristirahat kami melanjutkan perjalanan kembali. Semua sudah nampak kelelahan, dan perjalanan masih jauh, kami pun bergegas sebelum petang datang.

Jam empat lebih kami sampai di air terjun panas. Di sini lah tantangan dan kekoplakan berawal. Jalanan berbatu licin, di mana sebelah kanan adalah air terjun yang kadar kepanasan airnya tidak perlu diragukan lagi, sangat cukup untuk merebus telur, sementara sebelah kiri adalah jurang yang kalau jatuh, sangat diragukan tingkat keselamatannya. Pengaman untuk melalui jalur ini adalah tali jiwa yang jika kita berjalan dan tidak kuat-kuat memeganginya maka badan kita akan ikut terayun ke kanan dan ke kiri. Gue bahkan sempat terpeleset, alhamdulillah gue pegang kenceng itu tali. Tiada henti gue bersyukur pas berhasil melewati jalur maut itu.

"Loh, bang Ricky kemana?" Tiba-tiba kami tersadar bahwa bang Ricky yang tadi berbaris di paling belakang dalam rombongan kami belum sampai. Karena memang tadi antrian panjang di jalur maut, kami mencoba berfikir positif dan memutuskan untuk menunggu terlebih dahulu.

Lima menit, sepuluh menit, bang ricky belum nampak batang hidungnya. Sementara sedari tadi sudah banyak pendaki lain yang berhasil lewat. 

"Bang, samperin aja gimana?" usul gue

"Tungguin aja sampe dateng. Kali tadi ketemu temennya." Jawab bang bay

Setelah kira-kira lebih dari lima belas menit lebih bang ricky belum muncul juga, akhirnya gue dan mba wiyah ijin untuk mengecek keberadaannya dengan balik arah dan kembali melewati jalur setan yang sekarang antriannya sudah sangat padat. Beruntunglah kami melawan arus, jadi kami diijinkan untuk lewat oleh mereka yang hendak turun.

Setengah was-was gue dan mba wi ngeliatin wajah-wajah para pendaki yang tengah mengantri, tapi tak juga ada bang Ricky. Hati semakin deg-degan karena sudah di atas tapi bang ricky belum juga ketemu. Hingga setelah jembatan kecil, disebelah kanan jalan gue ngeliat seseorang yang rambutnya mirip bang ricky.

"Bang Ricky! bang ricky, woi, psst! pssst!" mba wi manggil-manggil. Ternyata bang Ricky ada di depan orang yang gue pikir adalah dia.

Antara lega dan kesel. Lega karena dia masih hidup dan baik-baik saja, gak kecemplung ke jurang atau kesiram air panas, juga kesel pas tahu bahwa dia meninggalkan rombongan hanya karena iming-iming sepiring mie instan yang ditawarkan temennya. Grrrrrr!!!!

"Tadi ngantri banget, jadi gue makan dulu, lagian bukannya jalan duluan aja." Kilahnya yang justru membuat gue dan mba wi melotot

"Ya lo kalau ngomong juga udah kita tinggal dari tadi kali bang. Makanya kalau mau misah ngomong-ngomong. Kita udah khawatir, eh lo malah enak-enakan makan!" gue dan mba wi gemes bukan main. Akhirnya bang ricky ikut turun bersama kami, setelah sedikit kita omeli dan dibully oleh teman-temannya tentunya.

"Tuh, sekarang jauh lebih ngantri dari tadi. Tadi mah masih bisa jalan bang." Gue nunjuk antrian yang bener-bener stuck. Dan tiba-tiba saja bang bay sudah ikutan nongol di antrian, nyusulin kita karena yang gak nyampe-nyampe katanya.


Ahhhhhh..... hari sudah semakin gelap, dan kaki mbe sudah mulai oleng sehingga harus sedikit dituntun. Menjelang maghrib belum ada tanda-tanda bahwa kami akan segera sampai, jadi gue lebih memilih diam dan menahan diri untuk bertanya; 'masih jauh bang?'. Berdasarkan pengalaman, semakin sering bertanya maka akan semakin lama sampainya.

Menuntun orang dengan kondisi badan sendiri sudah tidak layak dikatakan baik-baik saja, ditambah jalan turunan berbatu yang menjadi sangat menyakitkan untuk dilalui, membuat kami tertinggal jauh dari rombongan. Hanya ada gue, mba nina, mbe, bang hen, dan bang ricky. Berulang kali kami harus berhenti dan secara mendadak gue menjadi tukang urut. Kami jalan pelan, cukup jauh berhenti, ngurut kaki, jalan lagi berhenti, ngurut lagi, begitu terus sampai kami tiba di sebuah gazebo. #Mbe, lo harus bayar mahal atas jasa urut gue ini *smirk smile mode on

Perjalanan dilanjutkan. Awalnya kita kompak, jalan berduyun-duyun kayak orang mau imigrasi, tapi lama-ama ribet juga, ngalangin jalan orang yang mau lewat, apalagi kalau cara berjalan kami seperti lagunya kerispatih yang 'tertatih', jadi tim pun dipecah seperti tadi. Gue, mb nin, mbe, bang hen dan bang ricky kembali di belakang.

Sebenernya gue udah was-was waktu bang hen mulai minta counterpain buat ngurut kakinya. Ini pertanda buruk, karena seharusnya do'i baik-baik saja. Bukan apa-apa, tapi carrier dia gede bo', kalau dia teler duluan siapa yang mau bawain itu tas?. Hadeuuhhhh... padahal bang hen tadi sempet menawarkan diri untuk membantu bawa tas yang di gue.

Sudah jam sembilan lebih, dan perjalanan yang harus kami tempuh masih jauh. Alhamdulillah, meskipun sangat lama akhirnya kami tiba di Pos Panyangcangan atau persimpangan Cibeureum. Di sana rombongan kami yang lain sudah menunggu.

Pundak gue udah panas akibat terlalu lama ngegendong daypack 40 liter, asam lambung juga sudah mulai naik karena dari pagi cuma terisi sarapan dan beberapa teguk air. Yah, ceritanya gue lagi belajar itsar, mendahulukan orang lain yang lebih membutuhkan. Jadi gue sengaja gak makan dan hanya sedikit minum supaya bekal air yang tersisa cukup untuk orang lain yang beban hidupnya lebih berat dari gue.
*Tsaaahhh

Padahal pas sampai di Gazebo gue langsung nyamber coklat kacang batangan dan melahapnya sampai habis setelah yang lain gue kasih sepotong-sepotong. wkwkwk

Di pos ini semua sudah mulai terlihat kelelahan, ralat; sangat-sangat kelelahan. Meskipun persendian kaki gue gak sakit seperti pendakian ke Cikuray, tapi perjalanan panjang tanpa asupan makanan membuat gue kelelahan luar biasa, belum lagi persediaan air semakin menipis.

Cukup lama kami berhenti di pos panyangcangan. Gue berharap ada ranger datang yang nantinya bisa membawa mbe dengan tandu. Bilang gue primitif, tapi selama ini gue mencoba berprinsip, selagi bisa berjalan dengan kaki  gue sendiri, gue bakal tetep milih jalan meskipun pelan, dan sebisa mungkin menghindari kontak fisik dengan lawan jenis. Yah tapi gue sadar, gue gak bisa maksain kehendak gue ke si Mbe ini, jadi gue cuma bisa ngasih usulan, bahwa selagi kakinya masih kuat, lebih baik dipapah. Tapi kalau enggak, ya mau gak mau digendong.

Lagipula, gue juga mikirin yang lain, semua cowok sudah membawa carrier dan daypack masing-masing, mereka juga pasti lelah, jadi alangkah kasihannya kalau mereka harus menggendong si mbe. Dalam keadaan normal mungkin mereka akan dengan mudah ngegendong dia, tapi dengan fisik seperti ini, belum lagi jalanan berbatu yang licin, Gue gak yakin mereka mampu.

Setelah diskusi panjang apakah Mbe digendong atau dipapah selesai, barulah kami melanjutkan perjalanan. Mba Wi dan mba nina fix mapah mbe. Sementara gue dan bang andi positif membawa dua daypack; depan-belakang.

"Bu kos, sini tukeran aja daypacknya." Tawar bang andi
"Gak usah, gue kuat kok bang." gue mengibas-ngibaskan tangan di depannya dengan lemah.

Mati-matian gue menahan diri supaya gak mengeluh sakit, apalagi nangis, padahal pundak udah panas, pinggang pegel, kaki juga udah gak bisa diajak kompromi. Jalanan berbatu memang tidak nyaman untuk dilalui. Kami melewati sebuah jembatan panjang yang sepertinya terbuat dari cor-coran semen atau beton. Katanya tempat tersebut namanya telaga biru.

"Gak ada yang mau foto-foto nih?" celetuk bang bay, yang disambut dengan cengiran khas dan omelan pelan yang lain.

Kami kembali beristirahat karena mbe sudah mulai kepayahan berjalan. Bang andi menawarkan diri untuk menggendongnya. Saat kami sedang bersiap, barulah kami bertemu dengan tiga anggota Ranger yang hendak naik untuk memberikan pertolongan kepada pendaki yang sudah mengontaknya terlebih dahulu. Kami menjelaskan keadaan mbe kepada ranger tersebut, dan dengan HP mba eni, ranger tersebut menghubungi rekannya yang ada di pos.

"Ini teh udah di KM 15. Satu setengah kilo lagi sampe." Ucap salah seorang ranger.

Sembari menunggu bala bantuan datang, Mbe pun diwawancara dan direkam oleh ranger untuk dijadikan sebagai bukti. Belakangan kami tahu, bahwa mereka adalah organisasi di kampung, sementara yang seharusnya bertanggung jawab adalah ranger milik pemerintah yang sudah mendapatkan gaji. Tapi selama ini yang bergerak adalah ranger kampung ini.

"Nama saya ....., saya sakit dari ....., saya simaksi di kantor, tapi tidak ada ranger yang bertanggung jawab...."

Kami cekikikan karena hal itu, bang hen juga di foto sebagai penanggung jawab tim kami, karena dia dan bang bay yang mengurus simaksi.

"Misi bang... misi..." Pendaki lain yang tengah turun dengan gagahnya melewati kami, menyapa kami dengan sopan. Suara gemerincing kerincingan mereka menggema di tengah kesunyian.

"Heh!, masukin gantungannya, masukin!. Berisik aja!" Salah seorang ranger berteriak garang. Terlihat para pendaki yang tadi nampak gagah berani, sedikit syok dan menuruti perintah ranger.

"Bang hen..."
"Bang..."

Gue dan yang lain memberi kode ke bang hen yang sedang membawa tas bang bay yang ada gantungannya untuk menyembunyikannya. Bersyukur karena the ranger tidak sempat mendengar gemerincing kerincingan tas bang bay.
*Fiuuhhhh

Ketika tengah menunggu, ada satu rombongan yang menginformasikan bahwa rekannya juga sakit dan harus di tolong menggunakan tandu. Akhirnya mbe pun digendong oleh seorang ranger, sementara dua ranger yang lain melanjutkan perjalanan ke puncak.

Alhamdulillah, gue gak harus lagi membawa dua daypack depan-belakang, mba wi dan mba nina sudah bisa membawa tas mereka sendiri. Semua berjalan kilat, hingga akhirnya tinggal gue, bang hen, dan bang ryan. Bang hen yang tadi sudah oleh beberapa kali terpeleset dan sering berhenti. Rombongan yang lain sudah tidak nampak. Bang hen sudah gak kuat, dan bang ryan tidak bisa diharapkan karena dia juga membawa tas, dan kakinya sudah oleng dari atas.

Oya, dari 13 orang cuma bang andri yang sudah jalan terlebih dahulu. Jadi sudah dipastikan dia sudah sampai di pos bawah.

"Coba telpon bayu dong."

"Kenapa bang?"

"Buat bawain carrier gue, gue gak kuat nih."

Gue ngotak-atik hp yang qadarullah sinyalnya ada tapi gak mau buat nelpon.

"Gak bisa bang." Gue masih mencoba untuk menelepon, tapi hasilnya nihil.

"Lo tunggu di sini aja dah yak, jangan kemana-mana. Gue turun duluan buat manggil bang bay." Gue mencoba menawarkan diri, meskipun dalam hati ketar-ketir karena jalanan gelap gulita. Tapi cuma itu satu-satunya ide yang terlintas di kepala gue.

"Ngga dah, ayo bareng aja." jawab bang hen sambil bangkit.

Kami pun kembali berjalan pelan-pelan, sekitar pukul 23.30 atau 00.00 WIB kami akhirnya sampai di pos akhir. Yang gue lihat pertama kali adalah bang andri yang sedang nyengir di pinggir jalan, kemudian bang bay. Gue langsung ke posko di mana mbe, mba wi, dan mba nina berada. Mbe terlihat lebih segar karena kakinya sudah diurut. Gue pun ngantri untuk bersih-bersih dan ganti baju.

"Mba wi, aku shalatnya selonjoran aja ya, kakiku gak bisa ditekuk."

"Yah, jangan bu kos, kita pake kursi aja deh ya."

Kami berdua pun shalat menggunakan kursi. Ya Allah... udah kayak nini-nini gini dah. Padahal buat jalan jauh bisa dipaksain, eh giliran buat ibadah malah gak total. Bahkan bacaan Al-Qari'ah gue langsung nyambung ke surat Al-Bayyinah, dan mba wi bukannya ngebenerin imam abal-abalnya, tapi malah diem aja. *Pingin ngejitak mba wi saat itu juga.

Petugas sudah memperingatkan kami untuk pindah tempat karena pasien kesurupan akan segera tiba. Jadi kami sudah bergegas untuk pergi ke warung dan makan. Baru kami duduk di ruang tamu depan, pasien yang kesurupan itu tiba, matanya nyalang menatap ke arah kami.

"Jangan diliatin mba." sebelumnya mba wi sudah mengingatkan. Cuman yang namanya penasaran, malah gue liatin dia. Sejenak pandangan kita bertemu, hingga dia dibawa ke ruang tengah.

"Kesurupan di air terjun panas." Kata salah seorang rekannya menjelaskan kepada ranger yang bertugas.
"Ajak ngomong ya. Jangan sampai pikirannya kosong." Ucap si ranger.


Kami pun pergi ke warung. Sebelumnya gue meminta tolong supaya daypack gue dan mbe dibawain bang ryan ke warung.

"Eh, ada yang meninggal tahu." entah siapa yang mengatakannya.

"Oh ya? yang mana?" tanya gue penasaran

"Itu, yang kemarin kita ketemu di jalur putri dia pakai oksigen buatan." jawab bang andi

"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un..." jawab kami serempak. Sejenak, kelebatan sosok yang kemarin terbaring lemah dengan wajah pucat dan mata melotot pun hadir dalam pikiran.

"Itu yang kesurupan juga temennya mba eni tahu." timpal gue
"oya?"
"Iya. Gue sempet ngeliat mba eni cipika-cipiki di puncak. Oya, btw kita masih dapet angkot gak nih buat balik?" Waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 WIB

"Kita pulang besok aja. Nanti tidur di warung di bawah, tadi dikasih tahu sama kenalan." jawab bang bay

Sebenernya gue pingin balik pagi itu juga, tapi ngeliat temen-temen yang lain pada tepar, gue turunin ego gue dan mengikuti mau mereka. Mati gue, bos gue bakal nyap-nyap kalau tahu anak buahnya kagak masuk kerja karena naik gunung.

"Tapi besok berangkatnya pagi-pagi ya bang, gue gawe soalnya."

"Iya, mau sebelum apa abis subuh?" tanyanya lagi

"Ini aja udah jam segini, abis subuh aja, tapi jangan pada ngaret."

"Iye."

Gue pikir perjalanan ke bawah itu cuma sebentar, lah kagak tahunya... sampai di pasar cibodas masih harus jalan lagi untuk sampai ke homestay (Sebuah warung yang meyediakan tempat/aula untuk menginap). Sudah banyak pendaki lain yang juga sedang beristirahat di dalam. Kami langsung mencari tempat yang masih kosong, tanpa di komando pun semua bersiap tidur. sepanjang pagi itu, pikiran gue udah balik ke jakarta.

Selama ini gue memang gak pernah ijin bolos kerja hanya karena naik gunung, karena gue tahu, bos utama gue paling anti sama cewek yang naik gunung. Jadi selama ini gue selalu kerja meskipun baru sampai rumah jam tiga, jam empat. Bahkan senin ini pun gue harus langsung ke kantor dan bekerja seperti biasa. Gue sempet gondok karena teman-teman masih santai padahal sudah jam enam pagi.

"Gue kerja woi gue kerja!" rasanya pingin berteriak-teriak histeris, tapi yang ada adalah gue keluar dari homestay, menghirup udara pagi banyak-banyak dan menghembuskannya pelan. Perlahan kaki bergerak menuju setitik jingga di ufuk timur. Langit biru dengan riasan warna-warni awan karena pantulan cahaya mentari pagi pun sedikit mengurangi emosi.

sunrise


Sunrise justru gue dapatkan di sini. Ah... indahnya...

"Harus memahami orang lain." Gue mencoba tersenyum untuk menguatkan diri sendiri.

Mungkin, suatu saat (Na'udzubillahi min dzalik) gue akan berada di posisi mereka. Mba Eni pun ikut keluar dan jalan-jalan melihat sunrise.



http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/10_5.png







10:6 





"Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya orbit-orbit (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak (benar). Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa."(QS. Yunus: 5-6)

Ya Allah, semoga kami senantiasa dapat mentadabburi alam yang telah Engkau ciptakan, untuk kemudian mengambil hikmah atas segala yang telah KAU beri kepada kami. Menjadikan kebesaran yang KAU tunjukkan sebagai sarana kami dalam mengenal-MU, mencintai-MU tanpa tapi.

http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/23_80.png

"Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya?" (QS.Al-Mu'minun:80)

Betapa kematian itu dekat, maka matikanlah kami dalam keadaan khusnul khotimah ya Rabbi, bukan su'ul khotimah. Bukan dalam keadaan di mana kami melalaikan kewajiban kami.








Jumat, 24 April 2015

My First Climbing at Mt.Gede

Kalau ditanya pendakian mana yang paling berkesan buat gue, dengan yakin gue akan jawab bahwa itu adalah Gunung Gede. Ya meskipun belum banyak puncak yang berhasil gue gapai sih.

Kenapa?

Karena Gue punya cerita-cerita seru disana. Gn Gede adalah gunung pertama yang gue daki, November 2012 silam, bareng temen-temen Expedisi Pendidikan 25 Th kampus gue, yang mana temen-temen gue itu, mereka juga baru pertama naik gunung, keren gak tuh?. Jadi lima dari enam orang yang mendaki saat itu adalah para newbie, empat laki-laki dan dua perempuan.

Waktu itu, kita gak punya apa-apa buat muncak, hanya baju, kaos kaki, sarung tangan dan tas ransel buluk, jas hujan yang hanya berupa plastik lebar yang kita potong, hasil belanja di pasar cipanas sehari sebelum berangkat. Boro-boro sleeping bag, sarung aja kagak punya. Matras cuma beberapa biji, dan tenda juga carrier adalah hasil pak Ojan (guru MI Al-Ikhlas Kampung Gunung Putri, Cipanas, Bogor, yang juga sekaligus sebagai tour guide kami dalam pendakian) minjem ke temennya. Pak Ojan ini katanya juga anak dari sang guru kunci di sana.

Setelah mempersiapkan sesuatu yang bisa disiapkan untuk dibawa ke atas, berangkatlah kami ba'da shalat jum'at (jam satu atau setengah dua-an). Kita berangkat lewat gang rumah penduduk, jalur yang berbeda dengan pendaki lain. Ada sih, beberapa kelompok yang lewat sana juga, tapi gue masih belum ngerti apa bedanya jalur belakang dengan jalur depan yang banyak dilewati pendaki.

Awalnya kanan-kiri jalan adalah perkebunan penduduk, kemudian semakin lama nanjak, perkebunan sayur pun berubah menjadi pepohonan rindang.

"Kak... aku gak kuat, aku balik aja ya..." Ana ngos-ngosan. Napasnya putus-putus

"Yah... ayo kuat pasti kuat. Kita jalan pelan-pelan aja."

Setelah dirayu dengan berbagai macam cara akhirnya Ana sepakat untuk melanjutkan perjalanan, dengan catatan jalan lima menit, istirahat sepuluh menit, kurang lebih begitu.

Perjalanan yang kata Pak Ojan bagi pemula bisa memakan waktu lebih dari delapan jam, ternyata kita bisa lebih cepat dari prediksinya, karena sekitar jam tujuh kami sudah sampai di Alun-alun Surya Kencana. Pak Ojan bilang sih kita hebat, bisa menyamai orang-orang yang biasa muncak.

*yeee ye yeeee.... horeee....

Jangan ditanya gimana excitednya gue pertama kali menginjakkan kaki di Alun-alun Surya Kencana (Surken). Gue yang baru beberapa hari sebelum muncak sempet denger soal pesona edelweis langsung heboh pas ngeliat padang edelweis. Padahal udah malam dan hanya kelihatan putih-pıtihnya aja, belum tahu wujud aslinya gimana. Gue gak peduliin wajah gue yang berasa ditampar-tampar angin malam yang dinginnya sungguh kebangetan. Alhamdulillah encok gue gak kumat di sana.

Gue pikir sesampainya di Surken berarti kita bakal segera bangun tenda dan istirahat, oh ternyata kita harus mengelilingi alun-alun ini untuk menemukan spot yang bagus buat bangun tenda. Udara yang dinginnya kagak ketulungan, ditambah baju basah akibat hujan saat perjalanan, membuat gue menggigil, begitupun yang lain.  Alhamdulillahnya pak ojan ini udah biasa naik, jadi kami gak perlu susah-susah nyari lokasi. Jalannya cukup jauh dari depan tadi, karena posisi kita mendekati jalan ke arah puncak.

Tenda baru berhasil dibangun pukul 21.00 WIB. Kami segera ganti baju dan shalat dalam tenda karena gerimis belum reda juga. Jangan dipikir gampang bangun tenda disaat seperti ini. Baju kuyup, badan menggigil, tangan gemeteran, dan juga perut keroncongan, membuat kita kesusahan. Sampe-sampe gue megang tali aja lepas mulu.

Sementara gue dan Ana ganti baju dan shalat, pak Ojan memasak air untuk menyeduh jahe dan juga memasak mie instan. Usai makan gue dan Ana bermaksud istirahat. Tapi boro-boro bisa tidur, yang ada semakin kedinginan karena kurang gerak, padahal udah pake double celana, double Rok, kaos kaki juga, tapi tetep aja.

brrrrrrr!

Gue pun cuma krusak-krusuk di dalam tenda, pingin cepet - cepet ketemu sang surya.

"Ma shaa Allah. Ya Allah....  aaaakkkkk...  bagus banget."

Tiada henti gue memuji kebesaran Allah yang telah menciptakan keindahan yang bermacam-macam. Alhamdulillah, gue bersyukur karena DIA mengijinkan gue menginjakkan kaki di puncak gunung gede, gunung yang katanya tertinggi kedua se jawa barat. Bisa ngeliat sunrise, ngeliat puncak pangrango, bisa deket dengan langit dan awan. Ah....  Speachless lah, pokoknya, Big thanks to Allah kayaknya gak pernah cukup hanya sebatas dengan kata-kata.

Bahkan ana yang kemarin tepar menjadi sangat antusias dan semangat waktu melihat keindahan alam ini.

"Terbalas sudah semua perjuangan kemarin!"

Berulangkali kami mengambil gambar dari kamera hp sampai capek, bukan bosen. Karena dekat dengan alam itu tidak akan pernah membosankan!

Pak Ojan cengar-cengir waktu bilang bahwa sumber air ternyata sedang kekeringan, dan hanya mengalir kecil. Padahal sebelumnya beliau dengan yakin mengatakan bahwa ada air yang membentuk kolam yang bisa digunakan untuk mandi. Benarlah, pas gue ngeliat memang ada air dalam kolam yang warnanya kuning kecoklatan, tapi itu bukan air mengalir, melainkan air sisa genangan air hujan. Dan sumber air yang dimaksud pak ojan, kecilnya kebangetan. Kita bahkan harus mengantri untuk mengambil air. Tapi alhamdulillah masih mengalir, coba sama sekali gak ada?, bukan gak mungkin para pendaki bakal dehidrasi dan sekarat di sini.

Rencana kami akan pulang ahad pagi, karena hari senin sudah harus ngajar. Jadi kami masih punya satu malam untuk kami manfaatkan. Gue sih pingin ngeliat sunset dari puncak, jadi gue udah ngerencanain bakal ke puncak lagi sore nanti. Tapi apa daya, rencana tinggallah rencana, karena dari siang langit sedang tak bersahabat. Yang ada malah hujan... terus. Malam kedua kami tidak lebih baik dari malam pertama. Tenda bocor, rembes dalam tenda, kaos kaki yang gue angin - anginin dekat api unggun kecil depan tenda kebakar, air bersih habis, oh oh oh... gue cuma bisa istighfar dan ngelus dada. Alhamdulillah ada warga yang tengah membangun tanggul di puncak, mereka juga membuat semacam rumah-rumahan, tempat untuk mereka beristirahat. Pak ojan menghampiri mereka, dan pulang dengan singkong mentah, tanpa babibu kita langsung merebusnya. Meskipun setelah matang rasanya aneh, karena tidak dikasih garam, tapi habis juga. Hehehe.

Sementara Yusuf dan temennya berteduh di tempat istirahat warga, gue, ana, Bagus, dan pak Ojan tetap di tenda yang terpisah. Dan malam ini pun lagi-lagi gue gak bisa tidur, hanya gluntang-gluntung di dalam tenda.

Emang dasar rejeki anak sholeh ya, disaat kami sedang memasak sarapan, ada rombongan pendaki yang mau turun memberikan beberapa kaleng kornet sapi, kami pun menerima dengan sepenuh hati. Hehehe. Dan pas banget kita selesai masak, gas habis. Gapapalah gak minum air anget, yang terpenting perut keisi makanan berat buat modal turun gunung.

Baru sekitar jam sepuluhan kami turun. Gue yang sudah bertekad bakal tetep pake rok pas muncak, sangat bersyukur, karena ternyata Allah mempermudah semuanya. Bahkan tak sedikit pendaki lain yang papasan dengan rombongan kami mengacungi jempol pas ngeliat rok gue.
*Benerkan, kalau udah niat pasti Allah permudah!

Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah

Alhamdulillah, hanya butuh waktu sekitar empat jam-an hingga kami sampai bawah dengan selamat. Ana juga tidak banyak berhenti karena jalanannya turunan, sehingga kami tidak sering berhenti.

Oya, sebenernya gue iri pas ketemu pecinta alam yang lagi mungutin botol bekas dll, sampah hasil ulah para perusak alam yang berkedok pecinta alam. Gue yang sepanjang perjalanan naik ngeliat sampah cuma menggerutu dan sedih dengan ulah para perusak alam, iya cuma sebatas itu. Gak berinisiatif ngelakuin sesuatu yang lebih bermanfaat dari ngedumel, gak kepikiran kayak mereka. Gue malu banget ngeliat aksi mereka, akhirnya gue,ana, dan yang lain turut mungutin sampah yang gak seberapa dibandingkan mereka. Ya setidaknya kita bisa membantu menjaga alam, bukan malah merusaknya.

Talkless do more emang selalu lebih baik ya... 

"Pak Ojan, itu apa? kenapa kita gak lewat sana?" tanya gue sambil menunjuk arah para pendaki yang berjalan ke sebuah bangunan.
"Oh... itu pos buat laporan, kalau lewat sana harus bayar."
 "oh gitu... terus bedanya apa pak?"
"ya kalau ilang mereka dicari, kalau kita engga." Jawabnya enteng
"Hah?!" Mlongo. 

Jadi perjalanan kemarin semacam uji nyali atau main lotre ya?, bisa balik alhamdulillah, kalau enggak wa syukurilah.

Sebelum Ana tepar




Penampakan puncak pangrango
Puncak

Ana & Me

Our Team


Perjalanan pulang



Rabu, 15 April 2015

Karena kata orang "Cinta Tak Harus Memiliki"

Terkadang kita perlu merasakan yang namanya patah hati
Menekan pilu yang menghujam dada
Merasakan sesak dan sakitnya meski hanya sekedar untuk bernafas

Terkadang kita perlu merasakan patah hati
Masuk ke dalam lembah hitam dan yang terkelam
Terjatuh untuk kemudian hancur sehancur-hancurnya

Namun cukup sampai disitu saja
Cukup kita tahu dan merasakannya
Jangan pernah lupa untuk bangkit setelah hancur
Menghimpun yang terserak dan Merajut yang terkoyak
cukup hati pernah merasakannya

Jika tak DIA satukan kita bersama seseorang yang kita ingini, atau
Jika seseorang yang selalu kita sebut dalam tiap bait do'a dimalam sepi tak jua melihat kita
Bukan berarti DIA tak adil dan tak meyayangi kita
Juga tidak berarti bahwa kehidupanmu akan berhenti sampai disitu

Sejenak, coba kita tanyakan kembali kepada hati kita
Sebesar itu kah cinta kita kepada makhluk ciptaan-NYA?
Dan sebesar apa cinta yang telah kita siapkan dan berikan untuk Sang Pencipta?
Sudah adilkah kita kepada Sang Pemilik Jiwa dan kehidupan?

Jika kita cemburu seseorang yang kita kagumi bersama orang lain,
bukankah DIA juga berhak untuk cemburu?

Ah bukan itu,
Ini bukan tentang ketidak adilan Tuhan
Tapi tentang diri kita

Seringkali kita hanya tak yakin akan banyak hal
Apa yang DIA titipkan, tak pernah melebihi batas kemampuan hamba-NYA
Apa yang DIA berikan, tak pernah bertujuan untuk memberatkan hamba-NYA
Yakinlah, bahwa Allah tidak pernah keliru
DIA akan memberikan sesuatu dari apa yang hamba-NYA usahakan
Baik keburukan maupun  kebaikan

Sebuah hikmah dari patah hati,
Jika seseorang yang membuatmu merasakan hancur dan membawa sekeping hatimu pergi itu juga dapat menemukan cintanya yang baru, begitupun dirimu

Patah hati bukanlah akhir
Ia adalah awal bagi seseorang untuk mengganti masa lalunya dengan sepotong hati yang baru

Kita hanya harus yakin
Bahwa kebahagiaan telah DIA siapkan di hadapan kita
Hanya saja kita belum menyadari
Hanya saja masih sibuk merutuki malangnya diri

Kita hanya harus yakin
Bahwa skenario-NYA lah yang paling sempurna dan tanpa cela

Kita hanya harus yakin kepada-NYA









Allah: "Yahudi dan Nasrani, Mereka tidak akan pernah berhenti sampai..."


http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/2_120.png








"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Qs. Al-Baqarah:120)


Sekilas tentang makna ayat ini. ولن (artinya: tidak akan) di awal kalimat disini, menunjukkan sebagai sesuatu yang bersifat terus menerus, dari dulu, sekarang bahkan hingga berakhirnya kehidupan di dunia ini. Artinya, Orang-orang Yahudi dan Nasrani, tidak akan berhenti mengajak, mengganggu, bahkan memaksa kita (Umat Islam) untuk mengikuti ajaran mereka, sampai akhirnya mereka sanggup membuat umat muslim berpaling dari ajaran Rasulullah dan mengikuti kemauan (ajaran, kebiasaan, dll) mereka, dalam hal apapun!

Sebagai contoh dalam perekonomian. Jelas, Allah mengharamkan Riba, tapi bagaimana kenyataan di lapangan saat ini?, mayoritas Muslim sudah tidak mempedulikan lagi larangan Allah, mereka memakan uang hasil riba dan mengikuti berbagai macam praktik riba, seperti kredit rumah yang ternyata tidak menggunakan sistem syari'ah, leasing motor, kredit hp, dan lain-lain. Juga dalam hal perdagangan, banyak pedagang yang tidak lagi menggunakan prinsip syari'ah yang Rasulullah contohkan. Alhasil, praktik Riba yang Allah sendiri melaknatnya, menjadi hal yang biasa dimata manusia.

Allah Azza Wajalla berfirman:
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/2_275.png
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/2_276.png



"orang-orang yang makan [mengambil] riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran [tekanan] penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata [berpendapat] sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. padahal Allah telah meng halalkan jual beli dan meng haramkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya lalu terus berhenti [dari mengambil riba] maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu [sebelum datang larangan] dan urusannya [terserah] kepada Allah. orang yang kembali [mengambil riba], maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka. mereka kekal didalamnya. Allah memusnakan riba dan menyuburkan orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa." (Al Baqarah:275-276)

Begitu juga dalam pergaulan sehari-hari. Bagi umat muslim, ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar dan diabaikan begitu saja. Allah sudah mengatur hubungan antar manusia (habluminannas) antara laki-laki dan perempuan. Ada larangan bagi muslimah agar tidak menampakkan auratnya (seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan), bukan untuk mengekang atau mendiskriminasikan wanita, melainkan untuk kebaikan bagi muslimah itu sendiri, untuk memuliakan wanita. Bahkan berdasarkan penelitian para ahli kesehatan, berhijab ternyata memiliki berbagai macam manfaat. Begitupun dengan lelaki,  mereka diajarkan untuk selalu menjaga pandangannya, menahan nafsunya,karena jika seseorang mengumbar nafsunya justru akan berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Tapi bagaimana faktanya saat ini? Muda-mudi tanpa malu bergandengan tangan, hiha-hihi di pinggir jalan, bermesraan di depan umum tanpa tahu malu. Orang tua yang anaknya tidak memiliki pacar dianggap memalukan dan tidak laku-laku, sementara yang berpacaran dianggap membanggakan. See? ukannya ini juga sudah bisa dikatakan bahwa umat muslim sudah mulai mengikuti budaya BYahudi dan Nasrani? Belum lagi dengan adanya ajang mimisan #ehh, miss-miss-an. yang mana seringkali kemolekan tubuh dianggap sebagai modal utama yang dijadikan sebagai bahan penilaian. Aneh bukan? Padahal pertama kalinya dulu ajang sejenis diselenggarakan untuk kontes anjing, tapi sekarang justru digunakan untuk mengeksploitasi wanita, dan amazingnya lagi, jika ada ulama yang memprotes dan mengecam kontes-kontes sejenis justru dianggap sebagai orang kuno, primitif, anarkis, kampungan, bahkan tak jarang berakhir dengan pembulian dan mengecapnya sebagai orang yang munafik.

Andai mereka tahu bahwa dulu, ketika pertama kali Rasulullah menyampaikan wahyu tentang kewajiban berhijab, banyak muslimah yang waktu itu hidup berkecukupan (cukup makan sehari atau berhari-hari sekali), mereka langsung menyambar kain apa pun untuk menutupi kepala mereka. Mulai dari kain gorden, selimut, dll, sementara sekarang? Duit mah banyak, tapi buat beli baju aja masih kekurangan bahan.

Cukup itu saja sebagai contoh, sekarang coba kita renungkan, berapa banyak lagi perintah Allah yang kita abaikan?

Di akhir ayat dijelaskan kembali, bahwa petunjuk Allah itulah yang benar dan terbaik, karena DIA tidak mungkin menjerumuskan hamba-Nya. Hanya saja kita yang enggan mencari kebenerannya, padahal Allah sudah memberikan ilmu di depan mata.

adakah nikmat-NYA itu terlalu sedikit, atau memang hati kita yang benar-benar sudah mati, hingga petunjuk dan perintah-NYA pun tak kita pedulikan?


Rabbana dzalamna anfusana, waillam taghfirlana, watarhamna, lanakunana minal khosirin...

"Wahai tuhan kami,kami telah bersalah(menganiyaya diri kami sendiri).Dan sekirannya engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami,niscaya dan pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi"

Minggu, 12 April 2015

Mr.Pemberi ft Mrs.Penerima Harapan Palsu (PHP)

Dua jenis orang yang gak mempan meskipun lo nasihatin sampe bibir dower, memble, bahkan nyesek mau mati (oke mungkin ini lebay)

Yang pertama adalah pendukung capres nomor urut dua yang sekarang sudah sukses menjadi pemimpin negara ter- apa ya?, bisa kalian deskripsikan sendiri mungkin

Yang kedua adalah orang yang sedang jatuh cinta.

Kabar baiknya, gue selalu berada disekitar orang-orang berpenyakit kedua ini. Jadilah gue orang yang selalu dimintai pendapat tapi tak pernah didengarkan.

How funny I'am

Dulu jaman putih abu-abu, ada seorang sahabat yang minta pendapat gue. Setelah sms basa-basi, akhirnya dia ngomong tujuan utamanya.

S: "Dia minta lipkiss sama gue, menurut lo gimana?"

*Melongo

"NO!, Big NO!, Hell NO!. Alesannya apa?"

W: "Dia minta bukti cinta gue"

*langsung mau muntah

"Sebagai sahabat, gue gak setuju. Seperti yang lo liat, gue mungkin preman yang gak tahu banyak tentang agama, tapi yang gue tahu hal-hal begitu kan belum boleh dilakukan oleh kita, kalian belum menikah, kalian CUMA Pacaran."

S: "Tapi... dia belum percaya kalau gue belum ngasih itu ke dia."

"Oya?, kalau dia gak percaya ngapain kalian pacaran?. lagian ya, pembuktian cinta gak melulu harus dilakukan dengan hal-hal semacam itu. Menurut gue, kalau dia cowok baik-baik, gue yakin dia gak akan maksa lo melakukan hal semacam itu."

Hening, cukup lama sebelum akhirnya dia membalas sms

S: "Gue bingung. Kalau gue gak kasih, dia bakal mutusin gue."

Ya udah si putusin aja!, Arrgghhh!!!!

"Emang lo yakin hubungan kalian bakal langgeng bahkan sampai ke ke jenjang pernikahan?"

S: "Dia udah janji bakal setia."

Bullshit!, gue cuma bisa memaki dalam hati. Gue gak mungkin marah-marah dalam keadaan seperti ini.

"Oya?, Kita gak pernah tahu siapa jodoh kita kelak. Mungkin, kita bisa berencana, tapi DIA juga yang menetapkan."

send, tapi dia gak bales-bales

"Gue sayang sama lo, dan gue gak mau lo menyesali apa yang lo lakuin dikemudian hari. Gue udah kasih tahu apa yang menurut gue harus gue kasih tahu. Selebihnya terserah lo mau gimana. Udah malam, baiknya kita tidur"

S: "Ok gue rasa lo bener. Thanks ya..."

"Apapun untuk sahabat"

Gue pikir dia udah ngerti dengan itu. Tapi ternyata, bagaikan disambar petir, setelah beberapa hari dia malah menceritakan tentang first kiss nya dengan rasa bersalah dan wajah penuh permintaan maaf. Gue cuma speachless.

See?, percuma ngomong sama orang yang sedang jatuh cinta!

Semenjak itu, gue gak mau terlalu ikut campur dengan orang yang sedang kasmaran, apalagi belum lama ini gue juga sempat dianggap musuh oleh seseorang hanya karena gue ngingetin tentang hubungan dia dengan seorang pria yang belum semestinya dia lakuin. Padahal waktu itu gue udah ngingetin dengan cara paling alus.... banget, eh disalah artikan juga, ya sudahlah!

Well, gak semua niat baik itu ditanggapi dengan respon baik pula. Terkadang malah kita yang mendapat cap buruk dari mereka.

Kalau bukan karena Islam yang mengajarkan umat-NYA agar saling menasihati dan tolong-menolong dalam kebaikan, mungkin gue udah menjauh dari temen-temen gue yang kasmaran, bersikap bodo amat, entah mereka mau pacaran, bunting duluan kek, atau apalah terserah mereka. Tapi kenyatanya gue gak bisa semudah itu berpaling. Gue masih tetep berkewajiban untuk mengingatkan.

Seperti beberapa hari yang lalu, gue tengah menyidang sekaligus disidang oleh dua orang cewek, yang satu pasang muka garang dan yang satunya lagi mesam-mesem asem jawa. Mereka adalah korban PHP seseorang yang gue kenal, dan kabar baiknya lagi, gue adalah salah satu orang yang tahu hal ini sebelum masing-masing dari mereka sadar. Binggo... Lagi-lagi, mereka yang kasmaran, gue yang kena imbasnya.

Sambil sesekali menyendok sop duren keju di depan gue, gue melihat kearah mereka satu persatu.

"Jadi, coba jelasin ke gue sekarang, sejak kapan kalian tahu bahwa kalian di PHP in oleh orang yang sama?" Seperti biasanya, straight to the point.

A: "Ckk lo kenapa gak ngomong langsung di depan kita langsung aja sih kalau udah tahu lama."

"Hahaha. Gue bukan orang bego kali mpok. Ngingetin orang yang lagi Fallin in Love itu gak ada bedanya sama ngomong sama tembok, gue ngomong fakta dan kebenaran pun, yang ada semua nasihat atau usaha gue buat ngingetin pasti dibalik-balikin, di mentahin, atau tragisnya lagi, gue bakal dimusuhin sama kalian"

A: "Hah, maksud lo?"

B: "Intinya percuma ngomong sama orang yang sedang jatuh cinta." Nah, istri pertama ikut berkomentar

A: "Sial!" Mengumpat adalah kebiasaan istri kedua

"Jadi gimana ceritanya?"

B: "Risti inget pas lagi kumpul kita berdua gak ikut gabung tapi malah menyendiri?"

Berfikir sejenak. "Iya gue inget."  inget banget malah, asal kalian tahu, saat itu gue pingin makan kalian berdua karena udah ngilang seenaknya.

B: "Nah, saat itulah semuanya terbongkar. Awalnya gue sengaja-gak sengaja stalking-in WA nya si A dan si dia. Feeling aja, padahal kan selama ini gue gak pernah kepoin hp orang. Pas buka percakapannya gue langsung syok. Ya udah akhirnya langsung aja gue sama A buka-bukaan."

"Disitu kadang saya merasa sakit ya? hehehe (teringat chit-chattan gue sama si B waktu pertama kali dia bilang udah tahu lagi di PHP in).

"Kalian sadar gak sih, terkadang gue capek main kode-kodean ke kalian?, nyindir dari cara yang paling halus, sampe akhirnya gue manggil kalian dengan sebutan istri pertama dan kedua?"

"Waktu itu, gue berharap kalian akan segera sadar. tapi ternyata gak sadar-sadar juga." *pasang muka lelah.

A: "Sebenernya gue udah lama nebak-nebak, lo pasti tahu. Cuma gue belum yakin, sekarang gue udah yakin bahwa lo tahu dari awal, dan lo kenapa gak langsung ngomong aja di depan kita?"

"Elah.Gue bukan orang suci yang bisa menghakimi orang secara langsung kali, gue juga punya banyak pertimbangan. Kalian tahu nggak, kalau otak gue lagi korslet, gue suka ngebayangin, seandainya si dia nantinya menikah dengan si A, gimana ya nasib si B, atau sebaliknya. Gue terkadang juga mikir, walaupun kemungkinannya kecil, mungkin gak kalian bakal jambak-jambakan, saling diem, atau yah... kemungkinan terburuknya mutusin silaturahim pas tahu si dia nge PHP in kalian mungkin? hehe." gue nyengir kuda poni

A: "Dih sorry ya, ngapain sampe kayak gitu, lagian sebelum semua terbongkar gue udah nge-cut dia kok"

"Nge-Cut tapi ngarep maksudnya? Hahahaha. Lo bisa ngomong kayak gini itu sekarang mpok. kalau dulu gue bilang langsung ke lo, gue jamin reaksi lo beda, yang ada juga lo bedua musuhin gue nanti. Gue gak mau mengulang kesalahan yang sama."

B: "Dia masih ngejaga perasaan kita mpok."

Hening

"Setelah itu apa yang terjadi?"

A: "Kita tanya langsung lah ke orangnya, maksudnya apa PHP in kita berdua?"

"Trus?" gak ada adegan tampar-menampar, atau guyurin air keran mungkin?, ah tapi bkan muhrim ya gak bisa nampar."

B: " Tadinya A udah mau nampar dia, tapi gak jadi."

"Wooo, itu pasti seru." gue tersenyum menggoda. "Kenapa gak jadi?" tambah songong

A: "Tadinya emang gue udah napsu, tapi setelah dipikir-pikir lagi, ngapain gue ngotor-ngotorin tangan gue?"

"Anggaplah itu pengendalian diri lo. Respon dia gimana saat itu?"

A: "Dia kayak orang innocent tau gak. Diem aja!" Gue manggut-manggut

"Trus setelah itu kalian gimana?"

B: "Kita blokir semua sarana komunikasi sama dia. FB, WA, BBM, dll"

"Kalian tahu ada cewek lain yang sedang di PHP in sama dia selain kalian gak?"

B: "Pastinya gak tahu, tapi kemungkinan besarnya sih ada lagi."

Istri pertama dan kedua lirik-lirikan

"Udah deh gak usah pake kode, siapa?, dan tahunya dari mana?"

B: "Si Fulanah. Biasanya dia akan kasih sesuatu ke targetnya, dan gue pernah liat si fulanah ini dikasih sesuatu itu sama dia"

"Oh begitu... apa setelah itu dia sama sekali gak pernah minta maaf?"

A:"Minta maaf, SMS, dan isinya sama persis apa yang dia kirim ke gue dan ke B, isinya Copas doang."

"Ya sudah, semoga akhirnya dia sadar. Eh, tapi...  orang tua kalian gak ada yang tahu tentang dia kan?"

B: "He-heh-he. Tau. Kan dia pernah maen ke rumah tanpa kalian-'sendirian'."

"Hah?!, Ap-pa?!, ngapain?" mata gue sukses melotot

B: "Ngerjain tugas, dll"

*bilang aja ngapel!

"Dan Lo ngijinin?, Ckk! parah. Gue pusing sekarang." Pingin ngelemparin gelas sop buah yang kosong ke mereka berdua

B:"Ya kan gue gak tahu kalau dia gitu ke cewek lain."

"Udahlah, udah berlalu, trus ke rumah lo juga?" pandangan gue beralih ke si A

"Enggaklah!, rumah gue mah dirahasiakan dari siapapun kecuali cewek. Tapi gue sempet bilang ke nyokap si tentang dia."

"Yassalam. Ada hal apa lagi yang gue gak tahu?"

B:" Dia pernah ngasih coklat ke kita."

"Hah?!, coklat?!" mulai geli. "Jangan bilang coklat enteng jodoh?"

A, B: "Iya emang itu"

"Widih, ternyata. Dalam rangka apa dia ngasih-ngasih coklat. Kok gue gak dapet?"

B: "Pas dia abis mudik. Ya kan lo bukan targetnya."

"Gue juga tahu itu. Dih, geli banget. Bisa ya sampe lama baru ketahuan, pinter banget mainnya."

B:"Kata temen gue, orang kayak gitu punya bakat buat poligami."

"What, Poligami?. Ish... dapet satu yang shalihah aja harusnya dia bersyukur tuh, lagak pake poligami segala."

B: "Gue malu, dan merasa gue gak layak."

A: "Iya sama, makanya gue juga sering berniat untuk pergi karena gue pikir gue gak pantes."

"Hahaha. Kalian berdua gak usah pada lebay. Kalian pikir gue apa?, berkali-kali juga udah gue bilang, yang baik itu cuma Allah, Allah yang nutup aib-aib kita selama ini. Kalau DIA jadiin aib-aib hamba-NYA itu berbau, gue yakin, bau yang terbusuk dari yang terbusuk adalah bau gue, kalian cuma gak tahu. Kalaupun saat ini Allah ngijinin gue tahu masalah ini, pasti Allah punya maksud lain yang pingin disampein ke gue."

B: "Hiii, serem. Allah emang maha baik ya."

"Gue tulis ya kisah kalian ini di blog."

B:"Ih jangan, entar dia baca gimana?"

"Ya bagus, itu tujuan gue. Kalau habis baca ini dia masih PHP in anak orang ya kebangetan. Jadi sekarang coba kasih testimoni dong buat di blog. 'gimana rasanya dipoligami sebelum di nikahin?', hahaha"

A:"Sialan!" *dilemparin mukena

B: "Rasanya tuh sakit. Kita berharap cukup dia ngelakuin ini ke kita aja dan gak ada korban lain diluar sana. Cukup hati kita aja yang hancur."

"Cie yang merana..., ya udah, kita minta dan do'akan yang terbaik aja sama Allah. Semoga dia taubat dan kita bisa mengambil 'Ibrah dari ini semua."

A, B : "Aamiiin""  ucap mereka bersamaan.

"Oya gaes, kisah kalian itu kayak di film-film gitu ya?, cuman kalau di film mereka nyewa orang ketiga buat ngehancurin hati si cowok."

B: "Gue gak mau ngorbanin orang lain dalam masalah ini. Seperti yang tadi gue bilang, cukup hati kita yang dibikin ancur"

"That's good!. Kalian udah bijak dalam masalah ini. Mungkin suatu saat kisah kalian perlu di filmkan juga, agar spesies PHP berkurang dari muka bumi."

Dan kami pun tertawa, merasa bersyukur, lega karena satu masalah telah kembali terpecahkan.

*Halah, Sherlock Holmes aja gak pernah selebay ini.

Gue gak bisa nyalahin si PHP ini aja, melainkan si ceweknya juga. Si PHP gak akan nerusin modusnya kalau si cewek juga bisa  tegas dan gak kasih lampu hijau ke si PHP.
Tapi dasar yang namanya cewek ya, dikasih perhatian dikit... aja, hati udah berbunga-bunga, dipuji dikit langsung terbang ke awan-awan saking GR nya. Emang udah jadi sifat dasarnya cewek kali.

Allah berfirman:
24:30

Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur: 30)


 

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (An-Nur:31).


Baik laki-laki dan perempuan, Allah wajibkan untuk saling menjaga kehormatannya, pandangannya. Karena itulah yang tebaik di Mata Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

Wallahu a'lam bishawab 
Semoga Allah Azza Wajalla menjauhkan kita asemua dari fitnah dunia. 

Aamiiin Aamiiin ya Rabbal 'alamiiin