Senin, 08 Juni 2015

Bukan Hilang, Hanya Saja Diambil Oleh Pemiliknya

Yaks, kali ini smartphone gue yang menjadi korbannya. Padahal belum genap satu tahun dia bersama gue, memori card baru diganti dengan kapasitas yang lebih besar, soft case belum ada seminggu, screen protector juga baru diganti. Emang perihnya sip ini mah, wkwkwkwk 

Eits, tapi bukan Risti namanya kalau habis kehilangan sesuatu terus murung dan mewek-mewek, apalagi sampe nggak doyan makan. Meh, double ruginya kan kalau begitu caranya?, yang ada habis kena musibah gue harus banyak makan biar hati dan pikiran gue tetep sehat. Sebelum ini gue juga udah pernah kehilangan backpack yang berisi kamera premier, surat-surat motor, dompet, uang tunai lebih dari setengah juta plus koleksi uang kuno yang always nongkrong di dompet dan barang-barang lain yang ada di dalam tas dalam waktu satu hari. Seminggu kemudian gue juga harus mengikhlaskan hp gue yang baru berusia dua minggu jatuh dari motor dan menyebabkan layarnya pecah. 

Apa gue menangis karena kehilangan itu semua?
Jawabannya enggak!. Percaya nggak percaya sih, gue emang nggak nangis karena kehilangan itu semua. Gue cuma sebel waktu abang gue ngeluarin taringnya dan terus-terusan nyalahin gue atas kejadian itu.

Oh ya, gue sama sekali nggak bermaksud takabur, tapi kalau gue sekedar kehilangan barang doang masih bisa gue upayakan dengan kembali menabung, sementara kalau gue kehilangan orang yang gue sayang?, gue masih belum yakin siap dengan itu. Makanya gue sangat salut sama mereka yang ditinggal pergi sama orang-orang yang mereka sayangi, tapi mereka masih sanggup buat tersenyum dan terus melanjutkan hidup. Mereka ini, orang-orang yang gue bilang: Luar biasa!

Salah satu satu hal yang bikin gue sedih dari kehilangan barang-barang itu, karena semakin sering gue kehilangan barang, maka semakin jauh pula jarak antara gue dengan Masjidil Haram (*If you know what I mean). Tsaaah... kalau secara logika ya gitu, tapi gue tahu kok, nikmat Allah itu Maha Luas... jadi pasti akan selalu ada jalan dari setiap asa yang diupayakan.

Gue selo dan woles bukan karena gue orang kaya yang bisa beli ini itu dengan mudahnya, sama sekali bukan. Kamera premium gue yang waktu itu hilang di IBF juga hasil THR dan tabungan gue selama di RSPAD, buat ngedapetinnya gue bahkan harus rela nggak beli ini itu kecuali sesuatu yang penting. Hp gue yang pecah itu juga smartphone mewah pertama yang gue beli dengan harus hampir menguras seluruh isi tabungan. Kalau bukan karena kebutuhan dan tuntutan pekerjaan, demi Allah, hp nokia 3315 jadul gue, atau evercross yang awet banget itu cukuplah untuk gue. Persetan dengan mode atau gue yang sering dibilang nggak gaul dan fashionable, pokoknya yang penting buat gue hp ya bisa buat sms sama nelpon. Yang penting hp ya nggak kurang pulsa. Udah gitu aja. Tapi berhubung gue dituntut untuk selalu up to date terkait pekerjaan ya mau nggak mau gue harus punya smartphone. Jadilah gue beli hp yang lebih layak yang qadarullah dua minggu langsung rusak. Butuh beberapa bulan lamanya sampai gue bisa beli hp yang baru. Dan sekarang, belum ada sepuluh bulan hp gue udah raib (lagi). Ahahaha....nasib-nasib...

Jadi, sekali lagi, gue emang bukan orang kaya. Satu hal yang selalu coba gue tekankan pada diri gue sendiri setiap sebelum atau saat ingin memiliki sesuatu, yaitu sebuah keyakinan bahwa semua yang gue miliki ini hanyalah titipan, dan gue harus siap apabila sesuatu itu diambil lagi oleh pemiliknya sewaktu-waktu. Dan saat hal itu terjadi maka gue harus mengikhlaskannya.

Sedih pasti ya sedih, tapi harus tetap realistis. Toh mau guling-guling, kayang, maupun koprol sampai tulang pada copot juga itu barang nggak bakal barang balik lagi. Lapor polisi?, Ish... buang-buang waktu dan uang doang. Motor ilang aja belum tentu ketemu, apalagi kalau cuma hp?!. Bisa sih gue cari ke Pasar Poncol (Pasar di Senen yang biasa digunakan para maling, jambret dan sejenisnya buat ngejual hasil pekerjaannya. Waktu itu dokter gue di RS pernah hp nya di jambret dan ketemu pas dicari di Poncol, tapi ya harus beli lagi ke penjualnya).

Jadi dari pada gue melakukan hal yang sia-sia mendingan mengambil hikmah dari apa yang udah terjadi.

"Hikmah laksana hak milik seorang mukmin yang hilang. Di manapun ia menjumpainya, di sana ia mengambilnya." (HR. Al-Askari dari Anas ra)


Gue pernah denger gitu, dan menurut gue bermuhasabah jauh lebih baik ketimbang terus meratapi nasib.

Oya, satu hal lagi yang membuat gue tetap tenang meskipun kehilangan, yaitu karena barang-barang itu Allah yang ngasih langsung ke gue, gue nggak minta ke bonyok maupun ke sodara-sodara gue. Jadi ketika barang itu hilang gue nggak punya beban moril atau rasa bersalah berlebihan ke siapa pun kecuali sama Allah karena udah lalai ngejaga titipan-NYA. Jadi ketika barang itu udah beneran ilang, gue cuma harus minta lagi sama Allah, percaya bahwa gue bakal dapet ganti dengan yang jauh lebih baik dari yang sebelumnya. Dan karena Allah memang selalu sesuai dengan prasangka hamba-Nya, gue selalu belajar berfikir positif sama DIA. Gue nggak tahu kapan tabungan gue kumpul, tapi gue yakin, sesuatu yang lebih besar menanti gue di depan sana. #Eaaa...

Sementara ini mending gue nggak ketemu abang gue dulu sampai abis lebaran (mungkin), gue cuma mengurangi resiko bakal kena semburan api darinya lagi. 

Gue emang nggak pernah peduli dengan barang yang udah hilang, asalkan orang-orang-orang di sekitar gue pada diem, nggak komplen apalagi marahin gue. Gondog kan?, kita yang kena musibah, orang lain yang ngomel-ngomel. Ish ish ish...
Pokoknya mereka cuma harus diem, udah gitu aja!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar