Jumat, 05 Juni 2015

STOP Whining, When You Know Nothin



Pernah berhubungan entah temenan, kenalan atau cuma sekedar berinteraksi sesaat sama yang namanya orang yang nggak peka?

Kalau jawabannya belum, gue kasih lo ucapan selamat, dan itu berarti lo harus banyak-banyak bersyukur nggak harus bertemu dengan salah satu species makhluk ciptaan Tuhan yang menyebalkan. 

Kalau jawabannya pernah, berarti… berarti kita senasib. Hanya mungkin kadar apes nya beda-beda. Eh, Astaghfirullah… bukan apes juga sih, cuma kadar ujiannya yang berbeda. Biar gimanapun kan mereka saudara seiman juga.

Allah itu Maha Tahu binggo ya. Gue yang suka bodo amat (cuek kelewatan) dengan tingkat kesabaran yang setebal papan triplek, ternyata harus banyak berhubungan dengan orang yang nggak peka dan memiliki kadar kesensitifan yang tinggi. Terkadang kesensitifan mereka itu melebihi babon yang abis lahiran (ya sensitive banget gitu, padahal orangnya mah asli kelewatan nggak pekanya, nggak sadar diri banget kan?, emang iya. #ehh).

Contohnya aja nih, dalam sebuah kelompok (sori, gue bukan alay yang masih suka geng-gengan). Awalnya gue masih nyaringlah apa yang mau gue omongin, mengingat gue belum terlalu akrab dengan para member. Tapi lama-lama eneg juga setiap kali ada urusan yang penting yang seharusnya mereka pada aktif ngomong tapi malah diem aja. Sekali-dua kali bisa lah ya nyabar-nyabarin diri, meskipun sebenernya udah geregetan pingin gigitin burger, eh malah beneran pada diem. Disindir secara halus…. banget, nggak mempan, udah dipancing-pancing, umpannya nggak kena. Mengingat intensitas komunikasi kita lebih sering grup WA, jadi kita sering kopdaran supaya komunikasi kita tetep seimbang, anata online dan offline. Tapi pas pada ketemuan, eh masih pada bungkam juga. Arggghhhh lama-lama bukan cuma burger sama pizza yang gue makan, tapi juga mereka!

Jadilah di grup itu gue bikin pengumuman, bahwa gue capek main kode-kodean,
Gue capek main sindir-sindiran,
Gue capek, berhubungan sama mereka yang NGGAK PEKA,
Gue capek, gue makan ati, gue…. 
Udah bingung harus menggunakan bahasa apa untuk berkomunikasi dengan mereka
Gue nggak mau ada dusta diantara kita

*nangis kejer

Jadi gue meminta ijin (ngasih pengumuman sih lebih tepatnya) untuk ngomong tanpa tedeng aling-aling. Gue nggak akan ngomong pake bahasa kodingan, bahasa tubuh, apalagi bahasa Qalbu. Gue akan ngomong straight to the poin, baik mereka suka atau enggak suka gue nggak akan peduli. Gue akan ngomong dengan cara yang bisa membuat mereka ngerti apa mau gue. Menurut gue, kalau cara baik-baik mereka nggak ngerti, berarti memang harus dengan cara yang nggak biasa.

Dan mereka pun menyadari dan mengakui bahwa mereka memang nggak peka, mereka juga sepakat, nggak keberatan dan mengijinkan gue untuk ngomong to the poin.

Alhamdulillah… gue sempet kepikiran buat sujud syukur atas diterimanya ide menyakitkan itu.

Awalnya semua berjalan seperti biasa. Karena capek harus ngingetin terus-terusan, akhirnya gue nggak peduli mereka mau ngomong atau enggak setiap kali ada masalah, toh selama ini memang mereka paling jago diem walau udah ditunggu-tunggu buat ngomong. Dan setiap kali dipaksa ngomong dengan cara yang seharusnya bisa membuat mereka ngomong, paling ujung-ujungnya mereka ngatain gue galak, mulai berani nyindir-nyindir seolah gue nggak bakal peka kayak mereka. Hell to the low- Hellowwww, kita beda ya… B-E-D-A!, cukup lo aja yang nggak peka.

Terkadang (eh sering ding), Gue suka mancing-mancing mereka dengan cara menjatuhkan mereka. Dengan harapan mereka bakal marah ke gue, atau minimal melakukan pembelaan dirilah. Tapi toh nyatanya mereka cuma diem, dan gue baru tahu kalau buat melakukan pembelaan diri aja mereka masih ogah-ogahan. Sumpah, males gila sama orang-orang pasif begini. Berasa tinggal sama patung.

Aduh... Please deh ya, STOP berlindung dari sebuah hadits yang mengatakan diam adalah emas, Innallaha ma'a shobirin, atau jargon yang mengatakan bahwa mengalah bukan berarti kalah. Anak SD juga tahu itu. Tapi semua itu ada tempatnya kali... dan sebagai orang dewasa yang nggak bisa menempatkan diri?, itu sungguh terlalu!. *Gaya bang Roma
Kalau dihitung-hitung, kayaknya udah nggak keitung, berapa kali gue merendahkan mereka. Gue berharap, dari mereka bakal ada yang tabayyun, minimal nanya tujuan gue itu apa bersikap begitu, tapi toh sepertinya sampai bumi gonjang-ganjing mereka bakal tetap diem dan lagi-lagi cuma berani ngomongin gue di belakang. Hahaha... payah payah payah.

Ada… juga, yang setiap kali ditegur,selalu berpikirnya bahwa gue sedang tersinggung. Sumpeh broh, gue suka ngomelin dia yang kebangetan polosnya, kebangetan ‘baeknya’, kebangetan… kebangetannya deh. Maksud gue sih supaya dia sadar bahwa yang dilakukannya itu salah, eh alih-alih dia sadar, malah selalu berakhir dengan dia yang meminta maaf. Bukan karena dia sadar dan mengakui kesalahannya, tapi karena dia nggak enak hati atau takut gue tersinggung. *capek deh...
Apa-apaan coba dia begituh?. Pingin duet sama Gita Gutawa sambil nyanyi: 

“Pergi kau ke ujung Dunia… hypothermia di Kutub Utara…
Hilang di… Samudra Antartika….
Dan Jangan kembali !!!
Kamu kebangetan Sip
Dasar kurang inisiatip
Dasar enggak peka sip”


#plakk, back to earth tiii!!! Malah nyanyi -_-'

Gue sempet ngerasa dikhianati sih sebenernya. Karena di awal mereka setuju-setuju aja kalau gue ngomong to the poin, eh di belakang malah pada mengungjingkan diriku, mewek-mewek nggak jelas ngomong ini itu. Lucu binggo pas tahu apa yang terjadi di balik layar. Nggak nanya nggap apa. Tapi ya sudahlah. Walaupun sebenernya aku nggak bisa diginiin.

Mungkin aku… bukan pujangga, yang pandai merangkai kata… 

*watdezing!!! (ditendang ke kutub utara)

Bodo Amat mereka mau ngomong apa, gue nggak mau terlalu peduli. Toh selama ini mereka juga nggak peduli dengan perasaan gue. #diamahgituorangnya

Eh enggak-enggak. Gue nggak bisa bodo amat. Gue nggak suka lari dari masalah dan menjadikan diri gue sendiri sebagai seorang pengecut. Gue harus meyakinkan diri bahwa gue bukanlah ababil yang suka sindir-sindiran di sosmed. Ngeladenin komentar-komentar nggak penting yang mampir supaya dibilang kece. Nggak, gue nggak akan kaya gitu, karena tanpa begitu pun semua juga tahu bahwa gue emang kece dari sononya. *halah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar