Senin, 07 Desember 2015

My Sunday Short Story

Yang di depan podium itu, katanya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kalau nggak lupa sih namanya Ibu Yohana. Berdasarkan telusuran google nama lengkapnya Yohana Yambise (kalau gue nggak salah ketik).

Seperti biasa, pagi ini gue ketiban apalah namanya. Seharusnya gue dateng pagi ke kantor, ngerjain surat-surat yang diperlukan oleh direktur yang akan dibawa pagi ini juga, kemudian sedikit bersantai saat ibu direktur sudah pergi dengan membawa berkas yang diperlukannya. Beres. Gue bisa luluran, meni, pedi, creambath, ... #Plakkk!, canda ding, maksudnya gue bisa santailah.

Jadi pagi itu dengan PD nya gue memilih kaos marun panjang (oleh-oleh dari Thailand), rok hitam jaman kuliah (bayangin warnanya kayak apa sekarang), dan bergo hitam (hasil jarahan), serta sandal jepit buat ke kantor.

Saking kasualnya, sampai temen kos nanya begini:

"Ti, mau main apa kerja?"

"Main dong kak." jawab gue sok cool.

Tapi seperti biasa, ternyata bos ngasih amanah dadakan supaya gue ikut ke TKP di Sari Pan Pacific Hotel buat ngurusin berkas-berkas yang harus ditandatangani. Kalau udah begini gue cuma bisa ngelus dada. Meskipun gue belum tahu dalam rangka apa ini budir ke sana, tapi gue yakin, kami akan menghadiri acara resmi yang dihadiri oleh orang-orang penting dengan pakaian formal mereka. Akhirnya gue cuma pasrah, mengganti sandal jepit dengan flat shoes yang emang sengaja gue tinggal di kantor, kemudian bergegas menghampiri mobil budir di sebrang jalan raya.

Gue udah sempet mengeluh dalam hati karena harus ikut. Secara, semalam itu habis kena banjir lokal di kamar kosan, gara-gara saluran air samping kamar mampet, jadi air talang masuk semua ke kamar melalui celah-celah daun jendela yang menjuntai sampai ke bawah. Gue baru kelar nguras genangan air dan ngepel kamar sampai sekitar jam 12 malam, kemudian bangun tidur dalam keadaan pinggang pegel dan badan sakit nggak karuan. Tapi ketika mobil kami sampai di lampu merah kawasan salemba, gue ngerasa jadi hamba Allah paling kufur sedunia. Bayangin! di sana gue melihat seorang tukang koran di lampu merah yang tengah tersenyum tulus ketika beberapa pengemudi mobil ada yang membeli korannya. Dia menerima lembaran uang lima ribuan, memberikan kembalian, bahkan harus berlari-lari dan waspada dengan lampu lalu lintas yang siap berubah warna seketika itu masih dengan senyuman. Padahal gue juga tahu, keuntungan mereka dari menjual koran itu nggak banyak. Tapi mereka bisa tersenyum setulus itu. Sementara gue yang tinggal duduk, numpang di mobil ber-AC, nggak kecapekan, malah ngedumel nggak jelas. Mendadak gue malu sendiri demi melihatnya.

Alhamdulillah 'alla kullihal, warna langit jadi terlihat semakin biru cerah setelah itu.

Nggak lama, mobil kami sampai di loby hotel, dan kami segera masuk.

Gue pingin ketawa sebenernya ketika melewati security dan mereka memeriksa tas kami dengan alat mereka. Tas ransel foldable gue jelas barang langka menurut mereka. Ya iyalah, yang masuk sini biasanya kan orang berkantong tebel, yang nggak mungkin menggunakan Tas murahan macam ini. Hahah. *abaikan. Kami langsung naik lift ke lantai empat.

Pertama kali sampai di tempat tujuan, kami langsung menuju meja registrasi. Gue pun komat-kamit ngasih kode ke budir.

"Udah tulis aja PKS." Ucapnya santai. Oh... iya, gue cuma mengangguk takdzim, kemudian langsung masuk ke aula, setelah sebelumnya mendapatkan souvenir dan beberapa buku tenang Caleg Perempuan.

Byar...

Tuh kan bener. Yah, pulang aja dah pulang.

Pas di dalem, isinya orang-orang elit sosialita. Yah, maksud gue, seenggaknya, nggak ada satu pun dari mereka yang datang keacara semacam ini dengan kaos dan bergo.

"Forum Komunikasi Politisi Perempuan Calon Kepala Daerah/Calon Wakil Kepala Daerah" gue baca tukisan di spanduk yang terpasang di depan. Oh... Jadi kebanyakan undangan adalah Caka/Wacakada, politisi.

Gue cuma bisa berdo'a, semoga nggak ada orang yang akan iseng nanya macem-macem ke gue. Dan alhamdulillah, yang duduk di sebelah gue adalah ibu-ibu tua pejabat eselon I dari kementerian itu. Kami ngobrol beberapa hal, dan dia cukup puas dengan jawaban bahwa gue dari Rawamangun, nggak nuntut penjelasan dari Instansi/Organisasi apapun gitu. Hahah. Gue baru bisa benar-benar relax ketika Ibu Menteri sudah datang, dan acara dimulai.

Sementara Bu Yohana memberikan sambutan, gue menatap kosong piring putih kecil bekas snack coffee break. Nyesel aja, kenapa tadi ke sana nggak bawa kotak makan ya?, croissantnya itu lho, nagih!, enak banget, dan masih sisa banyaaakkk di loyangnya. Hahaha.

Setelah urusan di sana selesai, akhirnya gue bernapas lega. Langsunglah gue memesan Gojek, karena budir langsung bertandang ke Bandung.

Emang dasar sih ya. Gue lupa kalau daerah Thamrin nggak boleh buat lewat motor, jadilah gue janjian sama si abang gojeknya di jalanan lain, kasian mau cancle orderan. Setelah ketemu kami pun langsung menuju ke kantor.

Sampai di kantor, ternyata sedang mati lampu, akhirnya gue milih tilawahan di ruangan, sembari menanti adzan dzuhur.

Awalnya gue merasa ada sesuatu yang ngeganjel gitu. Tapi apa ya?

Oh iya gue baru inget. Tadi pagi, karena dari semalam hp mati, salah satu teman kosan sekaligus teman kantor yang mengabarkan bahwa gue harus nyampe kantor sebelum jam 7. Gue hanya sekilas melihat matahari udah terang, jadi gue buru-buru ke kamar mandi, gosok gigi, dan cuci muka.

"Risti cepetan mandi dulu, supaya nggak telat." Tegur Kak Mel.

"Nanti mandi di kantor aja Kak." gue pikir, yang penting surat-suratnya kelar dulu, diambil sama budir, dia pergi, gue mandi. Eh, rencana gagal.

Gue kembali mengingat-ngingat aktivitas gue dari pagi hingga sore, dan ternyata, gue emang belum mandi.

Ya Allah... Pantesan kok ya gue ngerasa ada yang aneh gitu.

Tapi nggak papa. Itu artinya gue udah turut mendukung program sehari hemat air. Entah itu programnya siapa, kalau emang nggak ada, ya udah, ada-adain aja.
#maksa

Apapun itu, gue cuma pingin bilang, bahwa kebahagiaan itu selalu bisa didapatkan dari banyak hal, bahkan hal-hal yang sederhana sekalipun. Seperti dengan melihat senyum tulus orang lain, seharian nggak mandi, diajak ngebut sama tukang ojek, bahkan mendengar kabar teman dan sahabat mau menikah pun akan menjadi sesuatu hal yang luar biasa ketika kita mampu bersyukur. #ehh
*Abaikan yang paling akhir.

Yah, begitulah my sunday short story. Kalau ada yang baik diambil, kalau banyak yang kurang baik ya diingetin.

Karena menulis adalah mengikat cerita, bukan mengejar cinta.
#plakk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar