Minggu, 09 Agustus 2015

Surga Yang Tak di Rindukan

Ibu: Bapakmu itu orang yang baik, dia pasti punya alasan kenapa dia menikahi wanita lain

Arini: Tapi apa Ibu nggak sakit ketika tahu Bapak menikah lagi? (Emosi)

Ibu: Awalnya Ibu sakit, marah, kecewa, dan menangis seperti kamu. Tapi Ibu memilih untuk bersabar. (Jawabnya tenang)

Arini: Arini bukan Ibu!, Arini tidak bisa seperti Ibu. (Menangis)

Ibu : Ada hal yang membuat Ibu akhirnya memilih bersabar dan menerima semuanya.

Arini: (menoleh ke Ibunya dengan berlinang air mata) Apa?

Ibu: Kamu (sembari tersenyum tulus penuh kasih sayang)

Arini semakin terisak mendengar jawaban Ibunya.

Ibu: Arini, kamu punya keputusan sendiri. Tapi apa pun keutusan kamu nanti, ibu harap kamu tabayun dulu ke Pras.

###

Dialognya mungkin nggak sama percis, tapi ini salah satu bagian yang gue suka dari Film 'Surga Yang Tak di Rindukan'. Pembawaan Ibunya itu lho. Ngademin.

Dari awal, gue nggak mau memberikan komentar apa pun, di saat banyak komentar negatif terkait film ini. Nggak kece banget, kalau hanya karena cover judul film yang menggambarkan Arini (Bella) dan Pras (Fedi Nuril) yang seolah berpelukan, trus ngejudge film ini begini atau begitu. Secara jaman udah semakin canggih, ngedit-edit gitu mah udah hal mudah. Bukan berarti gue setuju dengan editan gambar semacam itu. Seharusnya,  memang kalau bisa hal-hal semacam itu dihindari, meskipun tujuannya baik, tapi orang-orang yang tidak tahu kan juga tidak salah kalau akhirnya mereka menilai macam-macam saat melihat gambar itu pertama kali. Bagaimanapun juga, izzah seorang muslimah harus tetap dijaga. Apalagi Muslim/Muslimah itu kerap menjadi pusat perhatian. Ada orang-orang yang memperhatikannya karena benar-benar sayang atau hanya ingin mencari kesalahan, kemudian menjatuhkan. Salah sedikit saja dicela, seolah muslim itu malaikat yang tidak boleh melakukan kesalahan sedikit pun. *Gue ngomongin fakta*

Selain nggak kece, gue juga ngerasa nggak adil dan mendzolimi semua kru yang terlibat dalam produksi film ini. Lebih-lebih penulis bukunya (terlepas dari mba Asma ini Sunni atau Syi'ah lho ya...).

Ya kali liat buku dari covernya. Cover bagus belum tentu isinya juga bagus, begitu pun sebaliknya. Kalau mau tahu kualitas isi buku ya dibaca dulu, mau lihat film itu bagus atau enggak, juga harus nonton dulu. Belum apa-apa kok sudah heboh. Seneng banget ngomentarin hal yang belum jelas wujudnya.

Karena gue sendiri belum baca bukunya, jadi yang gue lakukan adalah menunggu sampe filmnya rilis, syukur-syukur bisa cepet ditayangin di TV (nggak mau modal banget emang).

Poligami.

Siapa sih yang nggak kenal istilah itu?. Seorang sahabat pernah bercerita tentang kenalannya. Gara-gara poligami ini ada seorang muslimah yang akhirnya murtad. Alasannya adalah, karena ayahnya menikah lagi, dia merasa tidak terima dan lebih memilih keluar dari Islam. Na'udzubillah. Gue yakin poligami hanya satu dari sekian banyak alasan yang digunakan musuh Islam untuk menyerang dan menjatuhkan Islam. Entah apa sebabnya dan bagaimana awalnya, tapi poligami memang cenderung diidentikkan dengan lelaki muslim yang mempunya istri lebih dari satu. Padahal ada juga umat agama lain yang mempunyai istri banyak, dan tidak ada yang mempermasalahkan. Tidak ada media yang meliput.

Poligami.

Pelakunya kalau Muslim biasanya bakal dibully habis-habisan, bahkan sampai dihinakan, sementara kalau pelakunya adalah non muslim tidak akan pernah dipermasalahkan, walaupun istri mereka ada yang berjumlah lebih dari lima!. *Nggak adil banget*

Gue sampe bingung, mereka ini membenci poligami atau membenci Islam. *Eaaaa. Ngaku deh ngaku, jangan cuma bisa bersembunyi atas nama hak asasi wanita aja. *halah, cut!, back to surga yang tak dirindukan.

Yak, ternyata maksud dari surga yang tidak dirindukan oleh penulis adalah poligami saudara-saudara. Gara-gara nonton film ini, gue jadi mikir, gimana ya kalau kelak suami gue berpoligami, atau yang lebih melas lagi malah gue yang dijadiin istri kedua, ketiga atau bahkan keempat. Astaghfirullah... Apa bisa gue berbagi?, atau apa bisa (tega) gue membuat dongeng di atas dongeng wanita lain? (Pinjem bahasanya Arini). Gue emang nggak akan pernah tahu gimana nasib gue ke depan, tapi kalau boleh milih, tentu gue sepemahaman dengan Arini, dan mungkin juga banyak wanita akan sependapat. Kalau semua wanita diberikan pilihan, tentu wanita akan lebih memilih menjadi seperti Khadijah di sisi Rasul, atau Fatimah di sisi 'Ali. Hanya ada aku dan kamu, serta anak-anak kita. Tidak ada dia dan ia. Hanya ada kita. *Ngomong apa sih gue ini?*

Tapi ada juga lho, wanita yang menawarkan, bahkan sampai membantu sang suami berproses dengan madunya. Yang ini, terlepas ikhlas atau enggaknya hati dia yang setulusnya, tapi gue acungi jempol atas apa yang dia lakukan. Salut!. Tapi sepertinya gue nggak kepikiran buat ngikutin jejaknya.

Intinya, menurut gue film SYTD ini bagus. Lebih bagus dibandingkan dengan Assalamu'alaikum Beijing.

Udah ah, kalau gue jabarin lagi nanti gue didemo sama aktivis anti poligami. Bukan berarti gue pro poligami, cuma kalau Allah aja nggak ngelarang atau mengharamkan, masak gue harus melakukan hal sebaliknya?, siapa gue sih?.

Mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan dengan tulisan ini. Kesalahan bisa jadi disengaja, bisa juga memang benar-benar disengaja. Akhirul kalam, wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu'alaikum Wr.Wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar