Selasa, 17 Mei 2016

Cinta

Dari buku Menggali ke Puncak Hati
Oleh: Salim A. Fillah

Cinta,
Ruh yang mengalir lembut, menyenangkan, bersinar, jernih, dan ceria...

Cinta,
Luh yang mengalir lembut, menyesakkan, berderai, jerih, dan badai...

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah..." (QS.Al-Baqarah: 165)

Cinta adalah energi, yang membuat sang pencinta memiliki tatapan pinta kepada Rabbnya. Pandangan kasihnya jatuh jua ke retina cinta, takkan berpaling selamanya. Lalu senyumnya pun merekah, mekar dari kuncup cinta. Bahkan di kala tangis, ia menimba luhnya dari mata air cinta.

"Kapan datangnya kiamat ya Rasulullah?" Tanya seorang Arab Gunung. "Apa yang sudah kau siapkan untuk menyambutnya?" Sang Rasul balik bertanya. "Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya," jawabnya sepolos fitrah. "Engkau akan bersama dengan yang engkau cintai." Sabda Rasul.

Energi cinta, energi yang meredakan segala resah dan gelisah dengan mengingat Sang Kekasih. Ketenangan di segala suasana, keteduhan di setiap terik, cinta berbuah dzikir yang menentramkan.

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra`d: 28)

Bergetarnya hati saat asma-Nya disebut, bertambahnya yakin saat ayat-Nya dilantunkan, menjadi indikator-indikator cinta yang tak bisa dibantah, apalagi dipalsukan. Ada kenikmatan tersendiri ketika mereka pasrah, bertawakkal, menggantungkan segala urusan kepada Rabb-Nya saja.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (QS. Al-'Anfāl: 2)

Dan, cinta hanya di hati, belum membuktikan apa-apa. Amal shalih, kata Sayyid Quthb, adalah buah alami dari keimanan, dan gerak yang bermula pada detik di mana hakikat keimanan itu menghunjam di dalam hati. Maka keimanan dan cinta pada-Nya adalah hakikat yang aktif dan energik. Begitu hakikat keimanan menghunjam dalam nurani, maka pada saat itu pula ia bergerak mengekspresikan dirinya di luar dalam bentuk amal shalih.

Itulah iman islami! Itulah cinta pada Allah! Tidak mungkin tidak tinggal diam tanpa gerak, atau tersembunyi tanpa menampakkan diri dalam bentuk yang dinamis di luar diri sang mukmin. Jika tidak bisa melahirkan gerakan yang alami tersebut, maka keimanan dan cinta itu adalah palsu atau mati. Sama seperti bunga yang tidak bisa menahan semerbak wewangiannya. Ia pasti muncul secara alami. Jika tidak, bisa dipastikan tidak ada!

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 'Āli `Imrān:31)

Gerak dan gerak. Amal dan amal. Lalu di sanalah cinta menjadi permata, mengilap oleh air mata, menyala oleh darah, dan hidup dengan pengorbanan.

Take me out with Your Love
Towards Your Highness
And give me Your pleasent and paradise
(Raihan dan Mohammed El Husayyan:'Araftuka)

Minggu, 10 Januari 2016

Ketika Sahabat Tak Berkabar

"Jadi dia belum juga menghubungimu?" tanyanya berapi-api.

"Belum."

"Sama sekali?"

"Iya."

"WA, BBM, SMS, Line, dll?"

"Yuhu..."

"Dia kelewatan!, ini hari spesial dan dia anggap seolah nggak ada apa-apa."

"Dia mungkin sedang sibuk, dan tolong ralat, bahwa tidak ada hari spesial."

"Apapun yang kamu mau. Tapi ini sudah seminggu lebih, dan dia nggak menghubungi kita."

"Nomornya emang nggak aktif sejak beberapa hari yang lalu. Mungkin dia emang lagi sibuk, kamu yang sabar ya."

"Nggak bisa!. Sebelum pekan depan kita harus ketemu. Harusnya juga minggu-minggu ini dia udah pulang dari sana, kemudian kita ketemu sebentar, sebelum akhirnya gue cabut ama suami. Dia nggak boleh lupain rencana kita."

"Kita emang bebas berencana, tapi Tuhan maha berkehendak."

"Sejak kapan sih kamu jadi sok bijak?"

"Entahlah. Mungkin sejak aku dapat merasakan lelahnya sebuah penantian. #eaaak."

"Pret banget sih. Kalau pun dia pada akhirnya nggak ngasih kabar, kita berdua harus tetap ketemu."

"Siapa tahu dia mau ngasih kejutan untuk kita. Seperti tiba-tiba datang di saat-saat terakhir kepergianmu mungkin?. Kemudian aku dan dia (kami) melambaikan tangan kami ke udara, melepaskan kepergianmu, memandang pesawatmu hingga tak nampak lagi."

"Drama banget sih. Tiga tahun nggak ketemu, kamu tambah error kayaknya."

"Hahah. Apalagi kalau tiap hari ketemu kalian berdua. Pasti level errornya udah kelas akut."

"Enak aja!. Eh, jadi Yogya tanggal berapa?. Sekitar tanggal 20-an Ogy pernah bilang kalau Bunda ada acara juga di sana. Siapa tahu kalian bisa ketemu. Sekalian tanyakan ke mana anaknya itu?"

"Nah, kenapa kamu nggak telpon Bunda aja say?."

"Nomornya ilang, kan hp ku baru diinstal ulang."

"Yah, emang belum rejeki kita. Semoga dia udah ada kabar sebelum kamu berangkat. Bunda nginep di hotel apa, kamu tahu nggak?."

"Aamiiin. Nggak tahu, tapi katanya di sekitar stasiun Yogyakarta. Bunda di sana sampai tanggal 25-an."

"Aku di pusat kota cuma sehari. Semoga bisa ketemu. Kangen Bunda euy... Pertama dan terakhir ketemu ya di acara wisuda kalian."

"Aku juga terakhir ketemu pas lagi liburan, trus mampir ke rumah Ogy."

"Sayangnya harga tiket pesawat domestik selalu lebih mahal ketimbang tiket ke mancanegara. Aku kan belum ada dana buat silaturahim ke sana. Sementara jalur darat, menghabiskan waktu berhari-hari."

"Iya sih. Ah... kangen... nggak sabar ketemu kamu. Btw, kamu udah tambah gede kan sekarang?."

"Sial!. Aku emang selalu ngangenin Dee, jadi nggak kaget kalau kamu kangen sama aku. Dan ya...  alhamdulillah aku tambah imut."

"Hahah. Kepedean kamu itu yang semakin meningkat kayaknya ya."

"Wkwkwk. Miss you too damn much kok."

"Nah kan ngaku. Say, sebenernya perasaanku nggak enak beberapa hari ini. Mau curhat ke suami entar dia cemburu, dikira aku ada rasa sama Ogy, kan berabe. Aku juga sempet mimpi jelek soal dia. Menurut kamu gimana?."

"Hahah. Perasaan kamu aja kali Dee. Lagian mimpi kan bunga tidur. Dia udah dewasa, jago beladiri, dan di sana dia itu liburan, bukan jadi relawan di perbatasan negara-negara rawan konflik."

"Iya juga sih. Dia pasti baik-baik aja kan?"

"In Shaa Allah pasti baik."

"Udah dulu ya say. Misuaku baru pulang, mau nyambit, #ehh, nyambut dia dulu. Bye bye, Assalamu'alaikum. Mmmuaccch"

"Wooo dasar!. Bye... Wa'alaikumussalam."

Telepon ditutup. Aku memegang dadaku dan merasakan nyeri di sana. Sebenarnya perasaanku juga tak enak. Berbagai macam bayangan kemungkinan kejadian buruk berkelabat, silih berganti. Namun ku tepis semuanya.

'Dia akan selalu baik-baik saja di sana. Ada bunda, juga Opa bersamanya.' lagi, dan lagi ku coba meyankinkan diri.

Meskipun keyakinan itu semakin meluruh ketika nomor internasional itu tak dapat juga dihubungi. Besok tepat satu pekan sudah, dia tak berkabar. Padahal biasanya grup WA penuh dengan notifikasi darinya. Berisi foto-foto liburannya selama di Jepang.

Dan tak berkabar adalah diluar kebiasaannya.

Selasa, 05 Januari 2016

Step by Step Pembuatan Paspor Biasa Secara Online

Berhubung banyak yang bertanya tentang bagaimana cara pembuatan paspor online, jadi di sini gue mau berbagi cara pembuatan paspor online.

Sebelumnya perlu gue jelaskan dulu, bahwa TIDAK ADA pembuatan paspor yang 100% murni online

Jadi yang dimaksud dengan pembuatan paspor online adalah, pengunggahan berkas-berkas seperti KTP, KK, dll nya lah yang online. Dan belum semua kantor imigrasi menyediakan pelayanan paspor online ya, jadi kita harus cari tahu dulu, kantor imigrasi mana yang sudah melayani dan belum melayani. Tapi untuk wilayah Jakarta sepertinya sudah semua. 

Ok, ini dia Step by step untuk membuat paspor:

  1. Buka web imigrasi.go.id
  2. Pra Personal Application.
    Pilih menu “Layanan Publik”, lihat “Layanan Online” dan klik “Layanan Paspor Online”, Kemudian pilih menu “Pra Permohonan Personal.”
  3. Kind of your Paspor
    Karena ini adalah pembuatan paspor baru, “Jenis Permohonan” diisi dengan paspor biasa, “Jenis Paspor” diisi dengan  48H Perorangan,  Kemudian tentukan kantor imigrasi di mana kamu akan membuat paspor. Cari aja yang terdekat dari rumah. Setelah itu klik “Lanjut”
  4. Entry Personal Data
    Isi semua form. Upload berkas yang diperlukan. Klik “Lanjut”
  5. Automatically Email Confirmation
    Jika semua form sudah diisi, biasanya secara otomatis kita akan mendapatkan email otomatis dari kantor imigrasi, berisi billing yang harus kita bayarkan ke Bank. Biaya pembuatan paspor biasa ini sekitar Rp 355.000, dan juga merupakan undangan untuk datang ke kantor imigrasi, maximal 3 hari setelah pengajuan secara online. Jika dalam 3 hari tidak datang, maka secara otomatis pengajuan itu hangus, dan harus mengulang pendaftaran dari awal. #CMIIW
  6. Payment
    Setelah melakukan pembayaran ke Bank, bawa semua berkas asli dan fotokopiannya, bukti bayar, Materai 6000, dll nya ke kantor imigrasi sesuai jadwal yang ditetukan. Datang sepagi mungkin yang kita bisa, karena kesiangan sedikit, antrian pasti sudah mengular, apalagi yang melakukan perndaftaran secara manual. Di sana nanti mengantri khusus di bagian pendfataran secara online. Jangan malu bertanya kepada petugas, karena bagi pendaftar online dan manual loketnya berbeda. Nggak lucu kan?, udah ngantri lama, eh ternyata salah loket.
  7. Verification
    Di loket biasanya semua berkas akan diminta, berkas yang asli hanya untuk ditunjukkan, bukan diserahkan. Kalau sudah, kita disuruh mengisi semacam surat pernyataan bermaterai.
  8. Interview and Photo Session
    Jika semua proses sudah selesai, maka kita akan disuruh ke loket lain, menunggu antrian untuk interview dan photo. 
    Nggak usah khawatir, bukan interview yang macem-macem kok. Juga nggak bakal ditanya “Kenapa kamu masih menjomblo?” hahaha. Oya, photonya juga harus full face. Jadi bagi yang berjilbab, jilbab kita harus agak di kebelakangin, supaya jidat keliatan. Hehehe
  9. Passpor on Process
    Setelah semua proses selesai, tinggal pulang. Dan 3 hari kerja setelah itu paspor siap diambil di kantor imigrasi.
Semua selesai, dan paspor siap digunakan. Happy Vacation Guys!!!

Yaks, itu dia sedikit informasi tentang cara membuat paspor biasa secara online. Kalau pembuatan e-paspor nggak beda jauh. Hanya harganya aja yang berbeda.

Kelihatannya kok ribet sih?

Nggak kok, justru kalau pembuatan manual yang ribet. Karena kita harus bolak-balik ke loket. Sementara kalau kita sudah daftar secara online, kita tinggal ke loket untuk menunjukkan berkas asli untuk di verifikasi.

Selamat mencoba!!!


 

Senin, 14 Desember 2015

Masihkah Kita Merasa?

Suatu ketika gue membaca broadcast-an tentang HTI yang menjelekkan Erdogan, lalu kemudian fans Erdogan pun bereaksi dan memberikan tanggapan, entah berupa komentar sederhana, sampai tulisan tandingan lainnya.

Gue pun bertanya-tanya, kenapa HTI begitu?, toh dunia juga melihat, bahwa Erdogan banyak melakukan hal-hal positif. Tak lama, berita itu berlalu.

Kemudian di lain waktu gue membaca tentang kenyinyiran golongan tertentu terhadap apapun yang dilakukan oleh FPI, hanya karena FPI sering frontal terhadap kemaksiatan, berani turun lapangan dan melakukan razia di berbagai macam tempat maksiat, nahi munkar melalui tangan-tangan mereka.

Oh please, gue jelas nggak akan pernah mendukung bagian anarkis mereka, tapi harus gue akui bahwa FPI jelas jauh lebih baik dari gue, dan gue nggak punya alasan buat nyinyirin mereka. Toh selama ini, dari berita yang gue dapet, FPI juga sering turun ke lapangan ketika terjadi bencana di berbagai tempat (meskipun aksi mereka minim pemberitaan). Yang pasti, jelas mereka lebih baik kemana-mana dibanding orang yang suka nyinyirin mereka.

Terakhir gue baca lagi artikel di medsos soal "Pepesan Kosong Pilkada."

Yang beginian juga pasti heboh, dan memunculkan berbagai macam reaksi publik. Artikel tandingan pun banyak berkeliaran. Orang-orang berlomba men-share, broadcast, copa terkait isu ini ke medsos yang mereka miliki. Masing-masing kubu merasa dirinya paling benar dan berjusng keras bmempertahankan argumentasi mereka. Antara yang pro dengan yang kontra dengan demokrasi.

Sampai di sini, gue merasa sedih.

Kenapa?

Karena mereka yang bertikai ini, kebanyakan adalah saudara-saudara seiman gue juga.

Agama di KTP nya gue yakin masih Islam. Shalat wajibnya masih sama, lima waktu. Arah kiblatnya juga masih sama, Ka'bah. Syahadatnya nggak beda, sama persis, antara satu golongan dengan golongan yang lain. Rukun Iman dan Islamnya juga sama lho ya. Pokoknya aqidahnya masih sama.

Tapi, mereka yang katanya sama-sama mau memperjuangkan agama Allah (Islam), malah saling serang dan menganggap golongan sendiri paling benar.
*Perjuangan macam apa itu? 😢

Buat apa sih debat?. Memang ada untungnya saling debat kusir?, bukannya hal ini justru menimbulkan perpecahan?

Disaat musuh saling bersatu padu, eh umat muslim saling bertikai. *nggak boleh capek.

Begitulah...

Kalau bukan karena gue pernah baca, bahwa kelak Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, mungkin juga gue akan bertanya-tanya, kenapa mereka nggak bersatu aja sih?, tapi ya inilah bagian dari sunnatullah yang harus umat muslim hadapi.

Gue termenung, ketika membaca komentar seseorang di dalam sebuah grup WA, saat ada beberapa orang saling sahut-menyahut, menanggapi tentang artikel Pepesan Kosong Pilkada.

"Tidak ada kejayaan dan kebesaran pada umat yg bertikai. Wa' tashimuu bihabblillahi jami'a wala tafarroquu..."

Nggak akan pernah berjaya, nggak akan pernah besar kalau masih bertikai. Jangan pernah muluk-muluk ngarepin Islam berjaya seperti di jaman Muhammad Al Fatih, apalagi ngarep Islam bakalan seperti di masa kepemimpinan Muhammad bin Abdullah.

Nggak boleh ngarep kalau masih pada saling menghujat, menganggap diri paling benar, dan masih saling menebar kebencian.

Karena dulu, Rasulullah mensyiarkan Islam dengan cara yang ahsan.

Wallahua'lam bishawab.

Gue jadi inget, ketika dulu pertama Hijrah banyak yang nanya, "kamu ini aliran apa?", atau tiba-tiba ada supir taksi yang bertanya, "Mba PKS ya?.", ada juga yang ragu-ragu bertanya begini, "Risti maaf mau nanya, kamu HTI bukan?", dan masih banyak lagi pertanyaan yang sejenis yang mampir di kuping gue.

Kalau sudah begitu, gue cuma tersenyum sambil bilang,

"Saya Islam."

Semoga masing-masing dari kita mau belajar memperbaiki diri, dan belajar untuk menjadi agen muslim yang baik.

Ristiati Izzumi Hirata

Senin, 07 Desember 2015

My Sunday Short Story

Yang di depan podium itu, katanya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kalau nggak lupa sih namanya Ibu Yohana. Berdasarkan telusuran google nama lengkapnya Yohana Yambise (kalau gue nggak salah ketik).

Seperti biasa, pagi ini gue ketiban apalah namanya. Seharusnya gue dateng pagi ke kantor, ngerjain surat-surat yang diperlukan oleh direktur yang akan dibawa pagi ini juga, kemudian sedikit bersantai saat ibu direktur sudah pergi dengan membawa berkas yang diperlukannya. Beres. Gue bisa luluran, meni, pedi, creambath, ... #Plakkk!, canda ding, maksudnya gue bisa santailah.

Jadi pagi itu dengan PD nya gue memilih kaos marun panjang (oleh-oleh dari Thailand), rok hitam jaman kuliah (bayangin warnanya kayak apa sekarang), dan bergo hitam (hasil jarahan), serta sandal jepit buat ke kantor.

Saking kasualnya, sampai temen kos nanya begini:

"Ti, mau main apa kerja?"

"Main dong kak." jawab gue sok cool.

Tapi seperti biasa, ternyata bos ngasih amanah dadakan supaya gue ikut ke TKP di Sari Pan Pacific Hotel buat ngurusin berkas-berkas yang harus ditandatangani. Kalau udah begini gue cuma bisa ngelus dada. Meskipun gue belum tahu dalam rangka apa ini budir ke sana, tapi gue yakin, kami akan menghadiri acara resmi yang dihadiri oleh orang-orang penting dengan pakaian formal mereka. Akhirnya gue cuma pasrah, mengganti sandal jepit dengan flat shoes yang emang sengaja gue tinggal di kantor, kemudian bergegas menghampiri mobil budir di sebrang jalan raya.

Gue udah sempet mengeluh dalam hati karena harus ikut. Secara, semalam itu habis kena banjir lokal di kamar kosan, gara-gara saluran air samping kamar mampet, jadi air talang masuk semua ke kamar melalui celah-celah daun jendela yang menjuntai sampai ke bawah. Gue baru kelar nguras genangan air dan ngepel kamar sampai sekitar jam 12 malam, kemudian bangun tidur dalam keadaan pinggang pegel dan badan sakit nggak karuan. Tapi ketika mobil kami sampai di lampu merah kawasan salemba, gue ngerasa jadi hamba Allah paling kufur sedunia. Bayangin! di sana gue melihat seorang tukang koran di lampu merah yang tengah tersenyum tulus ketika beberapa pengemudi mobil ada yang membeli korannya. Dia menerima lembaran uang lima ribuan, memberikan kembalian, bahkan harus berlari-lari dan waspada dengan lampu lalu lintas yang siap berubah warna seketika itu masih dengan senyuman. Padahal gue juga tahu, keuntungan mereka dari menjual koran itu nggak banyak. Tapi mereka bisa tersenyum setulus itu. Sementara gue yang tinggal duduk, numpang di mobil ber-AC, nggak kecapekan, malah ngedumel nggak jelas. Mendadak gue malu sendiri demi melihatnya.

Alhamdulillah 'alla kullihal, warna langit jadi terlihat semakin biru cerah setelah itu.

Nggak lama, mobil kami sampai di loby hotel, dan kami segera masuk.

Gue pingin ketawa sebenernya ketika melewati security dan mereka memeriksa tas kami dengan alat mereka. Tas ransel foldable gue jelas barang langka menurut mereka. Ya iyalah, yang masuk sini biasanya kan orang berkantong tebel, yang nggak mungkin menggunakan Tas murahan macam ini. Hahah. *abaikan. Kami langsung naik lift ke lantai empat.

Pertama kali sampai di tempat tujuan, kami langsung menuju meja registrasi. Gue pun komat-kamit ngasih kode ke budir.

"Udah tulis aja PKS." Ucapnya santai. Oh... iya, gue cuma mengangguk takdzim, kemudian langsung masuk ke aula, setelah sebelumnya mendapatkan souvenir dan beberapa buku tenang Caleg Perempuan.

Byar...

Tuh kan bener. Yah, pulang aja dah pulang.

Pas di dalem, isinya orang-orang elit sosialita. Yah, maksud gue, seenggaknya, nggak ada satu pun dari mereka yang datang keacara semacam ini dengan kaos dan bergo.

"Forum Komunikasi Politisi Perempuan Calon Kepala Daerah/Calon Wakil Kepala Daerah" gue baca tukisan di spanduk yang terpasang di depan. Oh... Jadi kebanyakan undangan adalah Caka/Wacakada, politisi.

Gue cuma bisa berdo'a, semoga nggak ada orang yang akan iseng nanya macem-macem ke gue. Dan alhamdulillah, yang duduk di sebelah gue adalah ibu-ibu tua pejabat eselon I dari kementerian itu. Kami ngobrol beberapa hal, dan dia cukup puas dengan jawaban bahwa gue dari Rawamangun, nggak nuntut penjelasan dari Instansi/Organisasi apapun gitu. Hahah. Gue baru bisa benar-benar relax ketika Ibu Menteri sudah datang, dan acara dimulai.

Sementara Bu Yohana memberikan sambutan, gue menatap kosong piring putih kecil bekas snack coffee break. Nyesel aja, kenapa tadi ke sana nggak bawa kotak makan ya?, croissantnya itu lho, nagih!, enak banget, dan masih sisa banyaaakkk di loyangnya. Hahaha.

Setelah urusan di sana selesai, akhirnya gue bernapas lega. Langsunglah gue memesan Gojek, karena budir langsung bertandang ke Bandung.

Emang dasar sih ya. Gue lupa kalau daerah Thamrin nggak boleh buat lewat motor, jadilah gue janjian sama si abang gojeknya di jalanan lain, kasian mau cancle orderan. Setelah ketemu kami pun langsung menuju ke kantor.

Sampai di kantor, ternyata sedang mati lampu, akhirnya gue milih tilawahan di ruangan, sembari menanti adzan dzuhur.

Awalnya gue merasa ada sesuatu yang ngeganjel gitu. Tapi apa ya?

Oh iya gue baru inget. Tadi pagi, karena dari semalam hp mati, salah satu teman kosan sekaligus teman kantor yang mengabarkan bahwa gue harus nyampe kantor sebelum jam 7. Gue hanya sekilas melihat matahari udah terang, jadi gue buru-buru ke kamar mandi, gosok gigi, dan cuci muka.

"Risti cepetan mandi dulu, supaya nggak telat." Tegur Kak Mel.

"Nanti mandi di kantor aja Kak." gue pikir, yang penting surat-suratnya kelar dulu, diambil sama budir, dia pergi, gue mandi. Eh, rencana gagal.

Gue kembali mengingat-ngingat aktivitas gue dari pagi hingga sore, dan ternyata, gue emang belum mandi.

Ya Allah... Pantesan kok ya gue ngerasa ada yang aneh gitu.

Tapi nggak papa. Itu artinya gue udah turut mendukung program sehari hemat air. Entah itu programnya siapa, kalau emang nggak ada, ya udah, ada-adain aja.
#maksa

Apapun itu, gue cuma pingin bilang, bahwa kebahagiaan itu selalu bisa didapatkan dari banyak hal, bahkan hal-hal yang sederhana sekalipun. Seperti dengan melihat senyum tulus orang lain, seharian nggak mandi, diajak ngebut sama tukang ojek, bahkan mendengar kabar teman dan sahabat mau menikah pun akan menjadi sesuatu hal yang luar biasa ketika kita mampu bersyukur. #ehh
*Abaikan yang paling akhir.

Yah, begitulah my sunday short story. Kalau ada yang baik diambil, kalau banyak yang kurang baik ya diingetin.

Karena menulis adalah mengikat cerita, bukan mengejar cinta.
#plakk

Senin, 19 Oktober 2015

Episode Senja

Daun yang jatuh tak kan pernah kembali ke tempat darimana ia berasal
Dia akan pergi kemana pun angin membawanya

Dan aku rasa, aku mulai iri dengan ketaatan daun yang gugur itu.
Dia tak pernah marah
Tak pernah membenci dan mencaci
Hanya menuruti, apa suratan Ilahi

Aku pun ingin rasaku seperti daun gugur itu
Pergi dari suatu tempat, dan tak pernah kembali
Melupakan apa yang seharusnya dilupakan

Episode ini harusnya tlah berakhir semenjak hari kepergianmu dan kehilanganku

Semenjak DIA menjawab munajat dan tanyaku
Semenjak DIA menggiringku hingga sampai di titik ini
Di sebuah tempat dimana tak
seharusnya aku berada

Maka harusnya aku mulai belejar melepaskan
Bukan justru merajut rindu
Maka harusnya aku mulai belajar melupakan
Bukan terus mengukir kenangan

Tapi hatiku masih tertutup untuk menerima semua kenyataan ini
Dan aku pun tersadar, bahwa episode ini masih akan terus berlanjut, hingga aku sendiri mampu mengakhiri

Ya...
Aku masih mencarimu
Aku masih menantimu
Aku masih sangat ingin melihat senyum sempurna itu
Dan satu hal yang paling menyakitkan adalah, aku masih mengharapkanmu
Tak peduli betapapun perasaan ini menyakiti diriku sendiri

Duhai senja

Adakah dia tengah memandangmu seperti aku memandangmu?
Adakah kau melihatnya tersenyum tulus seperti ia dulu?
Adakah dia masih peduli dengan sekitarnya?
Adakah dia...?

Duhai senja,
Mengapa menyapamu selalu membuatku sendu?
Mengapa memandangmu selalu tercipta lara?

Duhai Senja,
Betapa benci dan rindu untukmu telah menyatu

Hingga aku tak lagi tahu
Apakah aku tengah terluka atau bahagia saat menantimu

Duhai senja...
Biarkan aku menikmati rona jinggamu
Hingga ia berlalu
Hingga gelap menyapa
Hingga kehangatan itu tak lagi terasa
Hingga seruan menghadap Tuhan mulai dikumandangkan

Aku akan pergi,
dan jika Tuhan menghendaki, aku akan menemuimu esok hari.

Kembali menantimu hingga ujung waktuku

Minggu, 09 Agustus 2015

Surga Yang Tak di Rindukan

Ibu: Bapakmu itu orang yang baik, dia pasti punya alasan kenapa dia menikahi wanita lain

Arini: Tapi apa Ibu nggak sakit ketika tahu Bapak menikah lagi? (Emosi)

Ibu: Awalnya Ibu sakit, marah, kecewa, dan menangis seperti kamu. Tapi Ibu memilih untuk bersabar. (Jawabnya tenang)

Arini: Arini bukan Ibu!, Arini tidak bisa seperti Ibu. (Menangis)

Ibu : Ada hal yang membuat Ibu akhirnya memilih bersabar dan menerima semuanya.

Arini: (menoleh ke Ibunya dengan berlinang air mata) Apa?

Ibu: Kamu (sembari tersenyum tulus penuh kasih sayang)

Arini semakin terisak mendengar jawaban Ibunya.

Ibu: Arini, kamu punya keputusan sendiri. Tapi apa pun keutusan kamu nanti, ibu harap kamu tabayun dulu ke Pras.

###

Dialognya mungkin nggak sama percis, tapi ini salah satu bagian yang gue suka dari Film 'Surga Yang Tak di Rindukan'. Pembawaan Ibunya itu lho. Ngademin.

Dari awal, gue nggak mau memberikan komentar apa pun, di saat banyak komentar negatif terkait film ini. Nggak kece banget, kalau hanya karena cover judul film yang menggambarkan Arini (Bella) dan Pras (Fedi Nuril) yang seolah berpelukan, trus ngejudge film ini begini atau begitu. Secara jaman udah semakin canggih, ngedit-edit gitu mah udah hal mudah. Bukan berarti gue setuju dengan editan gambar semacam itu. Seharusnya,  memang kalau bisa hal-hal semacam itu dihindari, meskipun tujuannya baik, tapi orang-orang yang tidak tahu kan juga tidak salah kalau akhirnya mereka menilai macam-macam saat melihat gambar itu pertama kali. Bagaimanapun juga, izzah seorang muslimah harus tetap dijaga. Apalagi Muslim/Muslimah itu kerap menjadi pusat perhatian. Ada orang-orang yang memperhatikannya karena benar-benar sayang atau hanya ingin mencari kesalahan, kemudian menjatuhkan. Salah sedikit saja dicela, seolah muslim itu malaikat yang tidak boleh melakukan kesalahan sedikit pun. *Gue ngomongin fakta*

Selain nggak kece, gue juga ngerasa nggak adil dan mendzolimi semua kru yang terlibat dalam produksi film ini. Lebih-lebih penulis bukunya (terlepas dari mba Asma ini Sunni atau Syi'ah lho ya...).

Ya kali liat buku dari covernya. Cover bagus belum tentu isinya juga bagus, begitu pun sebaliknya. Kalau mau tahu kualitas isi buku ya dibaca dulu, mau lihat film itu bagus atau enggak, juga harus nonton dulu. Belum apa-apa kok sudah heboh. Seneng banget ngomentarin hal yang belum jelas wujudnya.

Karena gue sendiri belum baca bukunya, jadi yang gue lakukan adalah menunggu sampe filmnya rilis, syukur-syukur bisa cepet ditayangin di TV (nggak mau modal banget emang).

Poligami.

Siapa sih yang nggak kenal istilah itu?. Seorang sahabat pernah bercerita tentang kenalannya. Gara-gara poligami ini ada seorang muslimah yang akhirnya murtad. Alasannya adalah, karena ayahnya menikah lagi, dia merasa tidak terima dan lebih memilih keluar dari Islam. Na'udzubillah. Gue yakin poligami hanya satu dari sekian banyak alasan yang digunakan musuh Islam untuk menyerang dan menjatuhkan Islam. Entah apa sebabnya dan bagaimana awalnya, tapi poligami memang cenderung diidentikkan dengan lelaki muslim yang mempunya istri lebih dari satu. Padahal ada juga umat agama lain yang mempunyai istri banyak, dan tidak ada yang mempermasalahkan. Tidak ada media yang meliput.

Poligami.

Pelakunya kalau Muslim biasanya bakal dibully habis-habisan, bahkan sampai dihinakan, sementara kalau pelakunya adalah non muslim tidak akan pernah dipermasalahkan, walaupun istri mereka ada yang berjumlah lebih dari lima!. *Nggak adil banget*

Gue sampe bingung, mereka ini membenci poligami atau membenci Islam. *Eaaaa. Ngaku deh ngaku, jangan cuma bisa bersembunyi atas nama hak asasi wanita aja. *halah, cut!, back to surga yang tak dirindukan.

Yak, ternyata maksud dari surga yang tidak dirindukan oleh penulis adalah poligami saudara-saudara. Gara-gara nonton film ini, gue jadi mikir, gimana ya kalau kelak suami gue berpoligami, atau yang lebih melas lagi malah gue yang dijadiin istri kedua, ketiga atau bahkan keempat. Astaghfirullah... Apa bisa gue berbagi?, atau apa bisa (tega) gue membuat dongeng di atas dongeng wanita lain? (Pinjem bahasanya Arini). Gue emang nggak akan pernah tahu gimana nasib gue ke depan, tapi kalau boleh milih, tentu gue sepemahaman dengan Arini, dan mungkin juga banyak wanita akan sependapat. Kalau semua wanita diberikan pilihan, tentu wanita akan lebih memilih menjadi seperti Khadijah di sisi Rasul, atau Fatimah di sisi 'Ali. Hanya ada aku dan kamu, serta anak-anak kita. Tidak ada dia dan ia. Hanya ada kita. *Ngomong apa sih gue ini?*

Tapi ada juga lho, wanita yang menawarkan, bahkan sampai membantu sang suami berproses dengan madunya. Yang ini, terlepas ikhlas atau enggaknya hati dia yang setulusnya, tapi gue acungi jempol atas apa yang dia lakukan. Salut!. Tapi sepertinya gue nggak kepikiran buat ngikutin jejaknya.

Intinya, menurut gue film SYTD ini bagus. Lebih bagus dibandingkan dengan Assalamu'alaikum Beijing.

Udah ah, kalau gue jabarin lagi nanti gue didemo sama aktivis anti poligami. Bukan berarti gue pro poligami, cuma kalau Allah aja nggak ngelarang atau mengharamkan, masak gue harus melakukan hal sebaliknya?, siapa gue sih?.

Mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan dengan tulisan ini. Kesalahan bisa jadi disengaja, bisa juga memang benar-benar disengaja. Akhirul kalam, wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu'alaikum Wr.Wb